Jumat, 14 Mei 2010

KEMISKINAN MEMPENGARUHI WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI JAKARTA


MARIA EMANUELA INA HERAN NAMANG
090418038
EKONOMI/AKUNTANSI
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2010
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jumlah kemiskinan di Jakarta merupakan fenomena yang tak terselesaikan . Setiap hari bahkan setiap tahun masalah kemiskinan selalu menghantui kota Jakarta. Kemiskinan meningkat dari tahun ke tahun sebagai dampak krisis ekonomi pada tahun 1999. Kemiskinan masih marak di tengah ketersediaan berbagai fasilitas mewah dan berlimpah . Data yang bersumber dari BPS menyebutkan bahwa tahun 2008, jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta 379.600 orang. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya pada tahun 2007, BPS menggunakan metode garis kemiskinan dalam mengukur kemiskinan. Metode tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sadang, pendidikan, dan kesehatan.
Garis kemiskinan non makanan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mendominasi di Jakarta. Kondisi ekonomi yang semakin sulit memberikan dampak negatif pada dunia pendidikan di DKI Jakarta. Peningkatan jumlah penduduk miskin diikuti dengan peningkatan anak putus sekolah. Mereka harus rela meninggalkan bangku sekolah untuk membantu orang tua bekerja. Bekerja untuk menyambung hidup, ini membuat anak jalanan ada di mana-mana. Mereka adalah bagian dari diorama kehidupan kota Jakarta. Anak- anak jalanan sering dijumpai di tepi jalan, di kolong jembatan, di dekat lampu merah, di terminal bus, dan mungkin yang paling sering adalah di dalam kendaraan umum. Potret kemiskinan di DKI Jakarta kian merebak di berbagai sudut Ibu kota Jakarta dipenuhi oleh anak jalanan. Sebagian besar dari mereka merupakan anak – anak yang putus sekolah akibat keterbatasan biaya. Bambang (2008) mengungkapkan hasil survei terhadap siswa putus sekolah di Jakarta sebagai berikut .
Untuk anak saat ini terdapat 676 anak putus sekolah untuk SD, dan 137.106 siswa kurang mampu. Sedangkan total murid SD Negri di Jakarta saat ini sekitar 653.097 siswa dan 190.842 siswa bersekolah di swasta. Untuk SMP terdapat 1.400 siswa putus sekolah dan 22.104 siswa kurang mampu. Sementara jumlah keseluruhan siswa SMP yang bersekolah di SMP Negri mencapai 221.759 siswa dan 125.112 siswa yang bersekolah di SMP swasta
Berdasarkan catatan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, pada tahun 2008 jumlah anak putus sekolah untuk tingkat SD dan SMP tahun 2008 dari total 1.226.069 siswa, yang putus sekolah untuk tingkat SD sebanyak 571 siswa (0,06 persen), tingkat SMP sebanyak 1.947 siswa (0,54 persen). Data tahun 2007 menunjukkan anak putus sekolah di tingkat pendidikan dasar di Jakarta 914 orang (0,11 persen) dan SMP 2.172 orang (0,63 persen). Total pelajar SD-SMP di Jakarta tahun 2007 adalah 1.190.807.
Anak jalanan terkait erat hubungan nya dengan anak putus sekolah. Sebagian besar dari anak jalanan merupakan anak- anak yang tidak melanjutkan sekolahnya. Jakarta merupakan kota yang paling banyak dipenuhi oleh anak- anak jalanan. Berdasarkan hasil survei dan pemetaan sosial Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat Universitas Atmajaya-Jakarta, tahun 1999 jumlah anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia mencapai 39.861 orang, terdiri atas 32.678 orang laki-laki dan 7.183 orang perempuan. Jumlah anak jalanan di DKI Jakarta mengalami peningkatan hingga 50 persen. Jika pada 2008 jumlahnya sekitar 8.000 orang, pada 2009 jumlah mereka mencapai lebih dari 12.000 jiwa. Angka yang fantastik menunjukkan peningkatan anak jalanan di Jakarta. Jumlah ini masih mungkin berubah karena mobilisasi anak-anak jalanan yang begitu cepat di 25 titik di Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI berupaya menekan angka anak putus sekolah setiap tahun. Untuk menekan anak putus sekolah, sejumlah program bantuan dana telah diterbitkan seperti program Bantuan Operasional Sekolah, Bantuan Operasional Pendidikan, hingga pendidikan gratis untuk anak jalanan. Pemerintah juga berusaha menekan jumlah siswa yang putus sekolah dengan cara memberikan beasiswa. Namun, pada kenyataannya jumlah anak putus sekolah di Jakarta masih tinggi. Meski di sana-sini sekolah sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah, kenyataannya tidaklah seperti yang dibayangkan. Program bantuan dana yang dikucurkan oleh pemerintah tidak merata diterima oleh semua pelajar yang berasal dari keluarga miskin. Selain itu, Pemprov DKI mengucurkan bantuan biaya pendidikan yang disebut block grant yang dananya diambil dari APBD 2005. Dana bantuan yang dialokasikan dalam APBD 2005 ini masih sangat terbatas dan kecil. Akibatnya 29.446 siswa SD dan SMP dari keluarga miskin di Jakarta terancam putus sekolah di tahun 2010. Suyanto (2008) menyatakan bahwa “Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNASakan menuntaskan program wajib belajar (WAJAR) pada pendidikan dasar (SD dan SMP) paling lambat tahun 2008/2009”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah tersebut, maka dalam makalah ini akan dijelaskan lebih spesifik mengenai hal berikut.
1.2.1 Bagaimana kondisi kemiskinan di Jakarta?
1.2.2 Faktor – faktor apa yang menjadi penyebab utama anak putus
sekolah?
1.2.3 Bagaimana kemiskinan mempengaruhi wajib belajar 9 tahun di
Jakarta?
1.2.4 Dampak apa saja yang terjadi apabila banyak anak yang putus
sekolah?
1.2.5 Bagaimana cara atau kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah
anak putus sekolah di Jakarta?

1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca, khususnyapelajar, para orang tua, dan pemerhati pendidikan mengenai hal berikut.
1.3.1 Kondisi kemiskinan di Jakarta.
1.3.2 Faktor- faktor penyebab anak putus sekolah.
1.3.3 Dampak yang terjadi apabila banyak anak putus sekolah.
1.3.4 Upaya apa saja yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah
anak putus sekolah di Jakarta.

1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah agar masyarakat mengetahui kondisi kemiskinan dan pendidikan di Jakarta dan dapat mencari solusi menanggulanginya. Diharapkan pembaca dapat membantu pemerintah daerah agar kemiskinan dan masalah pendidikan di Jakarta dapat segera teratasi.

5.1 Metode Penulisan
Dalam makalah ini dilakukan dengan beberapa teknik pengumpulan data antara lain:
1.5.1 Observasi
Dengan menggunakan metode ini dapat mengamati kemiskinan yang terjadi
di masyarakat secara langsung, khususnya di Jakarta.
1.5.2 Studi Pustaka
Dengan menggunakan metode ini penulis membaca buku dan membuka internet yang berkaitan dengan kemiskinan dan masalah pendidikan dalam karya tulis ini.


I KONDISI KEMISKINAN DI JAKARTA
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.
Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk meperoleh kebutuhan- kebutuhan hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi.
DKI Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar 9.15 juta jiwa sehimgga Jakarta merupkan salah satu kota terpadat di wilayah Negara Indonesia. jumlah penduduk yang banyak maka DKI Jakarta mempunyai banyak masalah kependudukan yang salah satunya adalah masalah kemiskinan yang kurun tahun jumlahnya selalu meningkat. salah satu penyebab kemiskinan adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di wilayah DKI Jakarta menurut data BPS Pada tahun 2008 jumlah angkatan kerja sebesar 4,77 juta orang dan bukan angkatan kerja 2,18 juta orang tetapi jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah angkatan kerja yang ada.
Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2009 sebesar 323,17 ribu orang (3,62 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2008 sebesar 379.6 ribu orang (4,29 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 57,45 ribu (0,67 persen). Dari data BPS pula dapat dikatakan bahwa kemiskinan dari tahun-ketahun secara umum dikatakan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tabel presentase jumlah kemiskinan dari tahun 1996-2008 menurut daerah DKI Jakarta.


II PENYEBAB UTAMA ANAK PUTUS DI SEKOLAH DI JAKARTA
Putus sekolah merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak pernah berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan penyebabnya, tidak hanya karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga, dan lain-lain. Berikut ini merupakan beberapa penyebab utama anak putus sekolah, antara lain :
2.1 Orang tua tidak mampu membayar uang sekolah.
Sebagian pelajar mengalami kendala finansial berupa tunggakan SPP sekolah, sehingga mereka tidak dapat mengikuti proses belajar dengan tenang. Beberapa dari mereka memutuskan untuk berhenti sekolah karena tak sanggup membayar tunggakan SPP. Himpitan ekonomi meyebabkan sejumlah anak di Jakarta putus sekolah. Para siswa harus menelan pil pahit untuk meninggalkan bangku sekolah. Alasan utama mereka putus sekolah karena faktor ekonomi keluarga dimana orang tua tidak mampu membiayai anaknya sekolah. Orang tua dari mereka memiliki pendapatan yang kurang dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari, bahkan ada orang tua yang tidak memiliki pekerjaan. Hal itu menyebabkan pendidikan bukanlah menjadi prioritas utama dalam hidup mereka.
2.2 Tak jarang pelajar terjebak dalam pergaulan bebas.
Ada beberapa alasan yang menyebabakan anak putus sekolah. Tak jarang dari mereka terjebak dalam pergaulan bebas, seperti narkoba dan seks bebas. Perkembangan zaman dan teknologi mempengaruhi pola pandang dan perilaku pelajar, khususnya di kota besar seperti di Jakarta. Mereka berusaha meniru budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya negara kita. Di usia remaja membuat mereka ingin mencoba tanpa memikirkan masalah yang akan terjadi di depan mereka. Beberapa remaja putri hamil di luar nikah, sehingga tidak memungkinnya untuk bersekolah.
2.3 Ada beberapa siswa yang melakukan tindakan kriminal.
Ada pula tindakan – tindakan kriminal lain yang membuat siswa dikeluarkan dari sekolah. Berbagai macam tindak kriminal seperti mencuri barang temannya, bahkan hingga membunuh karena alasan tertentu. Paling banyak dilakukan para siswa yaitu melakukan tindak kekerasan seperti memukul teman atau adik kelasnya. Kemudian menyebabkan mereka diberhentikan dan dikembalikan kepada orang tuanya masing-masing.
2.4 Faktor- faktor penyebab lainnya
Ditinjau dari aspek internalnya, yaitu tidak ada keinginan atau motivasi untuk melanjutkan sekolah dalam diri anak. Kondisi orang tua yang tidak begitu memperhatikan pendidikan sang anak atau tidak begitu memahami makna penting pendidikan juga menyumbang terhadap kemungkinan putus sekolah sang anak. Faktor lainnya juga seperti kondisi keluarga anak yang perhatian orang tuanya kurang juga merupakan penyebab kasus anak putus sekolah.
Lokasi fasilitas sekolah yang jauh, tidak terjangkau, tenaga pengajar yang kurang juga menjadi faktor penyebab putus sekolah. Fenomena pengaruh dari gaya hidup yang konsumtif dan hedonis juga membuat banyak anak-anak yang memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah.
Pola pikir orang tua juga berpengaruh terhadap melanjutkan atau putus sekolahnya anak-anak mereka. Masih banyak orang tua yang memiliki pola pikir bahwa pendidikan itu dianggap kurang penting, kemudian juga setengah memaksa anaknya membantu mencari nafkah. Anak-anak yang sudah terbiasa memegang uang dalam arti menghasilkan pendapatan, maka mereka akan menganggap pendidikan itu tak penting. Bahkan secara kultural, juga ada orangtua yang memang tidak ingin anaknya melanjutkan sekolah karena alasan tertentu, ini merupakan sebagian dari faktor penyebab anak putus sekolah.

III KEMISKINAN MEMPENGARUHI WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI JAKARTA
Pendidikan merupakan satu aspek penting bagi pembangunan bangsa. Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu negara.
Bagi sebagian orang pendidikan bukanlah prioritas utama dalam kehidupan. Banayak masyarakat miskin beranggapan bahwa lebih baik mencari uang untuk menyambung hidup dari pada bersekolah. Kemiskinan seakan- akan telah melekat dan tidak dapat dipisahkan dari kota Jakarta. Kemiskinan berimbas besar dalam pendidikan, banyak orangtua yang memutuskan agar anaknya tidak melanjutkan sekolah. Ada yang berhenti sejak SMA, SMP, dan ada juga yang tidak melanjutkan sekolah dasarnya. Bahkan ada pula yang tidak mempunyai kesempatan untuk merasakan bangku sekolah.

IV DAMPAK YANG TERJADI AKIBAT ANAK PUTUS SEKOLAH
Putus sekolah merupakan sisa persoalan dari kemiskinan yang menjadi penyakit mewabah yang harus segera dicarikan vaksin atau obat untuk menguranginya. Dampak putus sekolah tidak hanya akan dirasakan oleh masyarakat miskin saja tetapi masyarakat yang tinggal disekitarnya, misalnya akan meningkatkan tindakan kriminalitas. Dampak lain yang dapat ditimbulkan akibat masalah ini, antara lain:
4.1 Anak jalanan ada dimana- mana
Mereka adalah bagian dari diorama kehidupan kota Jakarta. Anak jalanan tentu sering dilihat di tepi jalan, di kolong jembatan, di dekat lampu merah, di terminal bus, dan mungkin yang paling sering adalah di dalam kendaraan umum. Pada dasarnya anak jalanan adalah anak-anak berusia 6 sampai 18 tahun yang turun ke jalan untuk bekerja. Diantara mereka tidak dapat melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya. Usia mereka masih terlalu muda untuk bekerja. Mereka seharusnya berada di dalam- dalam kelas untuk menuntut ilmu. Mengamen ,mengemis, menyemir sepatu, menjadi kuli panggul, dan menjadi pemulung di pinggir jalan adalah cara mudah bagi mereka untuk mendapatkan uang. Uang yang mereka peroleh biasanya digunakan untuk membeli makan dan memenuhi kebutuhan mereka yang lain, seperti membayar uang sekolah bagi mereka yang masih sekolah.
4.2 Dampak lain yang ditimbulkan, seperti
4.2.1 Banyak generasi penerus yang tidak memiliki ilmu dan keterampilan
untuk mencari pekerjaan
4.2.2 Banyak terdapat pengangguran
4.2.3 Meningkatkan tindakan kriminalitas
4.2.4 Mengakibatkan buta aksara



V UPAYA UPAYA PEMERITAH DALAM MENANGANI KEMISKINAN
YANG BERDAMPAK PADA PENDIDIKAN
Sejak tahun 1984 tepatnya pada masa Menteri Pendidikan Nugroho Notosusanto bahwa pendidikan wajib belajar 9 tahun sudah ditetapkan. Pada kenyataannya pendidikan belum dapat dinikmati oleh semua anak Indonesia. Perkembangan demi perkembangan dilewati masyarakat sehingga kebutuhan akan adanya pendidikan tak terelakkan. Selain itu bagi bangsa Indonesia akses terhadap pendidikan sesungguhnya telah menjadi komitmen antara pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pentingnya keadilan dalam mengakses pendidikan bermutu diperjelas dan diperinci kembali dalam mengakses pendidikan dalam UU no 20 tahun 2003 tentang sisitem pendidikan Nasional.
Banyak upaya- upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan ini. Ini bukan hanya tugas pemerintah tapi menjadi tugas bersama yaitu pemerintah dan warga masyarakat. Berikut ini upaya-upaya yang dapat digunakan untuk menanggulangi kemiskinan yang berdampak pada pendidikan di Jakarta.
5.1 Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun
Program ini hanyalah satu saja dari program prioritas pembangunan pendidikan dasar dan menengah. Setiap warga negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).

5.2 Pemerintah memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Bantuan ini diberikan langsung ke sekolah, madrasah dan pondok pesantren Salafiyah setara pendidikan dasar guna membantu kegiatan proses pembelajaran. Satuan bantuan operasional sekolah tingkat SD/MI/SDLB dan pondok pesantren Salafiyah setara SD penyelenggara Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun sebesar 235.00/siswa/tahun.
Bantuan operasional sekolah yang diberikan pemerintah, antara lain berupa :
5.2.1 pembiayaan pendidikan siswa untuk buku pendaftaran siswa baru
5.2.2 buku pelajaran pokok dan penunjang untuk perpustakaan
5.2.3 biaya pemeliharaan sekolah
5.2.4 biaya ujian baik itu ulangan umum bersama maupun ulangan umum
harian
5.2.5 biaya honor guru, dan
5.2.6 transportasi siswa kurang mampu yang mengalami kesulitan
transportasi dari dan ke sekolah

5.3 Kejar paket A setara SD dan Kejar Paket B setara SLTP
Program yang diadakan pemerintah ini mendukung wajib belajar 9 tahun, dan mengembangkan berbagai jenis pendidikan luar sekolah yang berorientasi pada kondisi dan potensi lingkungan dengan mendayagunakan prasarana dan kelembagaan yang sudah ada di masyarakat.

5.4 Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Pemerintah bertujuan untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan, potensi pribadi, dan dapat mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

5.4 Mendirikan rumah singgah di Jakarta
Pemerintah bersama dengan LSM, organisasi sosial dan masyarakat banyak mendirikan rumah singgah untuk sekedar menampung mereka, kemudian membekali dan mendidik mereka dengan keterampilan khusus untuk bisa menatap masa depan dengan lebih jelas dan terarah.

VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kemiskinan merupakan masalah global (menyeluruh), sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Pendidikan merupakan salah satu masalah kompleks yang disebabkan oleh kemiskinan. Berdasarkan pembahasan pada beberapa bab, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
6.1.1 Kondisi kemiskinan di Jakarta sangat memprihatinkan. Kemiskinan berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan di Jakarta. Hal ini ditandai dengan banyaknya anak jalanan, pengangguran yang semakin bertambah, kemudian meningkatkan tindakan kriminalitas.
6.1.2 Faktor utama penyebab permasalahan ini, yaitu tingkat kemiskinan di Jakarta yang tinggi. Selain faktor tersebut ada faktor lain yang menimbulkan tingkat pendidikan yang rendah, yaitu: pergaulan bebas, tindakan kriminal, dan budaya saat ini.
6.1.3 Untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan pendidikan butuh peranan dan kesadaran dari masyarakat dan pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut.
6.1.4 Pemerintah menyelenggarakan beberapa program untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan wajib belajar 9 tahun, seperti bantuan operasional sekolah, mengadakan paket A dan Paket B, mengadakan pelatihan dan mendirikan rumah singgah.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan sebagai berikut.
6.2.1 Pemerintah pusat maupun daerah sebaiknya menjalankan program- programnya secara serius dan bertanggung jawab agar dapat segera mengatasi masalah kemiskinandan meningkatkan pendidikan di Jakarta.
6.2.2 Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mari kita dukung semua program pemerintah dengan sungguh-sungguh demi masa depan bangsa dan negara Indonesia terbebas dari kemiskinan dan berkualitas dalam pendidikan.
6.2.3 Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu saudara kita yang masih mengalami kemiskinan dan membantu pendidikan.










DAFTAR PUSTAKA

www.blogspot.com
www.koranjakarta.com
www.beritajkarta.com
www.kapanlagi.com
www.kabarindonesia.com
www.suarapembaruan.com
www.bps.com
www.winkipedia.com

1 komentar: