Jumat, 14 Mei 2010

KEMISKINAN MEMPENGARUHI WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI JAKARTA
MARIA EMANUELA INA HERAN NAMANG
090418038
EKONOMI/AKUNTANSI
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2010
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jumlah kemiskinan di Jakarta merupakan fenomena yang tak terselesaikan . Setiap hari bahkan setiap tahun masalah kemiskinan selalu menghantui kota Jakarta. Kemiskinan meningkat dari tahun ke tahun sebagai dampak krisis ekonomi pada tahun 1999. Kemiskinan masih marak di tengah ketersediaan berbagai fasilitas mewah dan berlimpah . Data yang bersumber dari BPS menyebutkan bahwa tahun 2008, jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta 379.600 orang. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya pada tahun 2007, BPS menggunakan metode garis kemiskinan dalam mengukur kemiskinan. Metode tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sadang, pendidikan, dan kesehatan.
Garis kemiskinan non makanan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mendominasi di Jakarta. Kondisi ekonomi yang semakin sulit memberikan dampak negatif pada dunia pendidikan di DKI Jakarta. Peningkatan jumlah penduduk miskin diikuti dengan peningkatan anak putus sekolah. Mereka harus rela meninggalkan bangku sekolah untuk membantu orang tua bekerja. Bekerja untuk menyambung hidup, ini membuat anak jalanan ada di mana-mana. Mereka adalah bagian dari diorama kehidupan kota Jakarta. Anak- anak jalanan sering dijumpai di tepi jalan, di kolong jembatan, di dekat lampu merah, di terminal bus, dan mungkin yang paling sering adalah di dalam kendaraan umum. Potret kemiskinan di DKI Jakarta kian merebak di berbagai sudut Ibu kota Jakarta dipenuhi oleh anak jalanan. Sebagian besar dari mereka merupakan anak – anak yang putus sekolah akibat keterbatasan biaya. Bambang (2008) mengungkapkan hasil survei terhadap siswa putus sekolah di Jakarta sebagai berikut .
Untuk anak saat ini terdapat 676 anak putus sekolah untuk SD, dan 137.106 siswa kurang mampu. Sedangkan total murid SD Negri di Jakarta saat ini sekitar 653.097 siswa dan 190.842 siswa bersekolah di swasta. Untuk SMP terdapat 1.400 siswa putus sekolah dan 22.104 siswa kurang mampu. Sementara jumlah keseluruhan siswa SMP yang bersekolah di SMP Negri mencapai 221.759 siswa dan 125.112 siswa yang bersekolah di SMP swasta
Berdasarkan catatan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, pada tahun 2008 jumlah anak putus sekolah untuk tingkat SD dan SMP tahun 2008 dari total 1.226.069 siswa, yang putus sekolah untuk tingkat SD sebanyak 571 siswa (0,06 persen), tingkat SMP sebanyak 1.947 siswa (0,54 persen). Data tahun 2007 menunjukkan anak putus sekolah di tingkat pendidikan dasar di Jakarta 914 orang (0,11 persen) dan SMP 2.172 orang (0,63 persen). Total pelajar SD-SMP di Jakarta tahun 2007 adalah 1.190.807.
Anak jalanan terkait erat hubungan nya dengan anak putus sekolah. Sebagian besar dari anak jalanan merupakan anak- anak yang tidak melanjutkan sekolahnya. Jakarta merupakan kota yang paling banyak dipenuhi oleh anak- anak jalanan. Berdasarkan hasil survei dan pemetaan sosial Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat Universitas Atmajaya-Jakarta, tahun 1999 jumlah anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia mencapai 39.861 orang, terdiri atas 32.678 orang laki-laki dan 7.183 orang perempuan. Jumlah anak jalanan di DKI Jakarta mengalami peningkatan hingga 50 persen. Jika pada 2008 jumlahnya sekitar 8.000 orang, pada 2009 jumlah mereka mencapai lebih dari 12.000 jiwa. Angka yang fantastik menunjukkan peningkatan anak jalanan di Jakarta. Jumlah ini masih mungkin berubah karena mobilisasi anak-anak jalanan yang begitu cepat di 25 titik di Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI berupaya menekan angka anak putus sekolah setiap tahun. Untuk menekan anak putus sekolah, sejumlah program bantuan dana telah diterbitkan seperti program Bantuan Operasional Sekolah, Bantuan Operasional Pendidikan, hingga pendidikan gratis untuk anak jalanan. Pemerintah juga berusaha menekan jumlah siswa yang putus sekolah dengan cara memberikan beasiswa. Namun, pada kenyataannya jumlah anak putus sekolah di Jakarta masih tinggi. Meski di sana-sini sekolah sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah, kenyataannya tidaklah seperti yang dibayangkan. Program bantuan dana yang dikucurkan oleh pemerintah tidak merata diterima oleh semua pelajar yang berasal dari keluarga miskin. Selain itu, Pemprov DKI mengucurkan bantuan biaya pendidikan yang disebut block grant yang dananya diambil dari APBD 2005. Dana bantuan yang dialokasikan dalam APBD 2005 ini masih sangat terbatas dan kecil. Akibatnya 29.446 siswa SD dan SMP dari keluarga miskin di Jakarta terancam putus sekolah di tahun 2010. Suyanto (2008) menyatakan bahwa “Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNASakan menuntaskan program wajib belajar (WAJAR) pada pendidikan dasar (SD dan SMP) paling lambat tahun 2008/2009”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah tersebut, maka dalam makalah ini akan dijelaskan lebih spesifik mengenai hal berikut.
1.2.1 Bagaimana kondisi kemiskinan di Jakarta?
1.2.2 Faktor – faktor apa yang menjadi penyebab utama anak putus
sekolah?
1.2.3 Bagaimana kemiskinan mempengaruhi wajib belajar 9 tahun di
Jakarta?
1.2.4 Dampak apa saja yang terjadi apabila banyak anak yang putus
sekolah?
1.2.5 Bagaimana cara atau kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah
anak putus sekolah di Jakarta?

1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca, khususnyapelajar, para orang tua, dan pemerhati pendidikan mengenai hal berikut.
1.3.1 Kondisi kemiskinan di Jakarta.
1.3.2 Faktor- faktor penyebab anak putus sekolah.
1.3.3 Dampak yang terjadi apabila banyak anak putus sekolah.
1.3.4 Upaya apa saja yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah
anak putus sekolah di Jakarta.

1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah agar masyarakat mengetahui kondisi kemiskinan dan pendidikan di Jakarta dan dapat mencari solusi menanggulanginya. Diharapkan pembaca dapat membantu pemerintah daerah agar kemiskinan dan masalah pendidikan di Jakarta dapat segera teratasi.

5.1 Metode Penulisan
Dalam makalah ini dilakukan dengan beberapa teknik pengumpulan data antara lain:
1.5.1 Observasi
Dengan menggunakan metode ini dapat mengamati kemiskinan yang terjadi
di masyarakat secara langsung, khususnya di Jakarta.
1.5.2 Studi Pustaka
Dengan menggunakan metode ini penulis membaca buku dan membuka internet yang berkaitan dengan kemiskinan dan masalah pendidikan dalam karya tulis ini.


I KONDISI KEMISKINAN DI JAKARTA
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.
Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk meperoleh kebutuhan- kebutuhan hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi.
DKI Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar 9.15 juta jiwa sehimgga Jakarta merupkan salah satu kota terpadat di wilayah Negara Indonesia. jumlah penduduk yang banyak maka DKI Jakarta mempunyai banyak masalah kependudukan yang salah satunya adalah masalah kemiskinan yang kurun tahun jumlahnya selalu meningkat. salah satu penyebab kemiskinan adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di wilayah DKI Jakarta menurut data BPS Pada tahun 2008 jumlah angkatan kerja sebesar 4,77 juta orang dan bukan angkatan kerja 2,18 juta orang tetapi jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah angkatan kerja yang ada.
Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2009 sebesar 323,17 ribu orang (3,62 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2008 sebesar 379.6 ribu orang (4,29 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 57,45 ribu (0,67 persen). Dari data BPS pula dapat dikatakan bahwa kemiskinan dari tahun-ketahun secara umum dikatakan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tabel presentase jumlah kemiskinan dari tahun 1996-2008 menurut daerah DKI Jakarta.


II PENYEBAB UTAMA ANAK PUTUS DI SEKOLAH DI JAKARTA
Putus sekolah merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak pernah berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan penyebabnya, tidak hanya karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga, dan lain-lain. Berikut ini merupakan beberapa penyebab utama anak putus sekolah, antara lain :
2.1 Orang tua tidak mampu membayar uang sekolah.
Sebagian pelajar mengalami kendala finansial berupa tunggakan SPP sekolah, sehingga mereka tidak dapat mengikuti proses belajar dengan tenang. Beberapa dari mereka memutuskan untuk berhenti sekolah karena tak sanggup membayar tunggakan SPP. Himpitan ekonomi meyebabkan sejumlah anak di Jakarta putus sekolah. Para siswa harus menelan pil pahit untuk meninggalkan bangku sekolah. Alasan utama mereka putus sekolah karena faktor ekonomi keluarga dimana orang tua tidak mampu membiayai anaknya sekolah. Orang tua dari mereka memiliki pendapatan yang kurang dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari, bahkan ada orang tua yang tidak memiliki pekerjaan. Hal itu menyebabkan pendidikan bukanlah menjadi prioritas utama dalam hidup mereka.
2.2 Tak jarang pelajar terjebak dalam pergaulan bebas.
Ada beberapa alasan yang menyebabakan anak putus sekolah. Tak jarang dari mereka terjebak dalam pergaulan bebas, seperti narkoba dan seks bebas. Perkembangan zaman dan teknologi mempengaruhi pola pandang dan perilaku pelajar, khususnya di kota besar seperti di Jakarta. Mereka berusaha meniru budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya negara kita. Di usia remaja membuat mereka ingin mencoba tanpa memikirkan masalah yang akan terjadi di depan mereka. Beberapa remaja putri hamil di luar nikah, sehingga tidak memungkinnya untuk bersekolah.
2.3 Ada beberapa siswa yang melakukan tindakan kriminal.
Ada pula tindakan – tindakan kriminal lain yang membuat siswa dikeluarkan dari sekolah. Berbagai macam tindak kriminal seperti mencuri barang temannya, bahkan hingga membunuh karena alasan tertentu. Paling banyak dilakukan para siswa yaitu melakukan tindak kekerasan seperti memukul teman atau adik kelasnya. Kemudian menyebabkan mereka diberhentikan dan dikembalikan kepada orang tuanya masing-masing.
2.4 Faktor- faktor penyebab lainnya
Ditinjau dari aspek internalnya, yaitu tidak ada keinginan atau motivasi untuk melanjutkan sekolah dalam diri anak. Kondisi orang tua yang tidak begitu memperhatikan pendidikan sang anak atau tidak begitu memahami makna penting pendidikan juga menyumbang terhadap kemungkinan putus sekolah sang anak. Faktor lainnya juga seperti kondisi keluarga anak yang perhatian orang tuanya kurang juga merupakan penyebab kasus anak putus sekolah.
Lokasi fasilitas sekolah yang jauh, tidak terjangkau, tenaga pengajar yang kurang juga menjadi faktor penyebab putus sekolah. Fenomena pengaruh dari gaya hidup yang konsumtif dan hedonis juga membuat banyak anak-anak yang memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah.
Pola pikir orang tua juga berpengaruh terhadap melanjutkan atau putus sekolahnya anak-anak mereka. Masih banyak orang tua yang memiliki pola pikir bahwa pendidikan itu dianggap kurang penting, kemudian juga setengah memaksa anaknya membantu mencari nafkah. Anak-anak yang sudah terbiasa memegang uang dalam arti menghasilkan pendapatan, maka mereka akan menganggap pendidikan itu tak penting. Bahkan secara kultural, juga ada orangtua yang memang tidak ingin anaknya melanjutkan sekolah karena alasan tertentu, ini merupakan sebagian dari faktor penyebab anak putus sekolah.

III KEMISKINAN MEMPENGARUHI WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI JAKARTA
Pendidikan merupakan satu aspek penting bagi pembangunan bangsa. Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu negara.
Bagi sebagian orang pendidikan bukanlah prioritas utama dalam kehidupan. Banayak masyarakat miskin beranggapan bahwa lebih baik mencari uang untuk menyambung hidup dari pada bersekolah. Kemiskinan seakan- akan telah melekat dan tidak dapat dipisahkan dari kota Jakarta. Kemiskinan berimbas besar dalam pendidikan, banyak orangtua yang memutuskan agar anaknya tidak melanjutkan sekolah. Ada yang berhenti sejak SMA, SMP, dan ada juga yang tidak melanjutkan sekolah dasarnya. Bahkan ada pula yang tidak mempunyai kesempatan untuk merasakan bangku sekolah.

IV DAMPAK YANG TERJADI AKIBAT ANAK PUTUS SEKOLAH
Putus sekolah merupakan sisa persoalan dari kemiskinan yang menjadi penyakit mewabah yang harus segera dicarikan vaksin atau obat untuk menguranginya. Dampak putus sekolah tidak hanya akan dirasakan oleh masyarakat miskin saja tetapi masyarakat yang tinggal disekitarnya, misalnya akan meningkatkan tindakan kriminalitas. Dampak lain yang dapat ditimbulkan akibat masalah ini, antara lain:
4.1 Anak jalanan ada dimana- mana
Mereka adalah bagian dari diorama kehidupan kota Jakarta. Anak jalanan tentu sering dilihat di tepi jalan, di kolong jembatan, di dekat lampu merah, di terminal bus, dan mungkin yang paling sering adalah di dalam kendaraan umum. Pada dasarnya anak jalanan adalah anak-anak berusia 6 sampai 18 tahun yang turun ke jalan untuk bekerja. Diantara mereka tidak dapat melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya. Usia mereka masih terlalu muda untuk bekerja. Mereka seharusnya berada di dalam- dalam kelas untuk menuntut ilmu. Mengamen ,mengemis, menyemir sepatu, menjadi kuli panggul, dan menjadi pemulung di pinggir jalan adalah cara mudah bagi mereka untuk mendapatkan uang. Uang yang mereka peroleh biasanya digunakan untuk membeli makan dan memenuhi kebutuhan mereka yang lain, seperti membayar uang sekolah bagi mereka yang masih sekolah.
4.2 Dampak lain yang ditimbulkan, seperti
4.2.1 Banyak generasi penerus yang tidak memiliki ilmu dan keterampilan
untuk mencari pekerjaan
4.2.2 Banyak terdapat pengangguran
4.2.3 Meningkatkan tindakan kriminalitas
4.2.4 Mengakibatkan buta aksara



V UPAYA UPAYA PEMERITAH DALAM MENANGANI KEMISKINAN
YANG BERDAMPAK PADA PENDIDIKAN
Sejak tahun 1984 tepatnya pada masa Menteri Pendidikan Nugroho Notosusanto bahwa pendidikan wajib belajar 9 tahun sudah ditetapkan. Pada kenyataannya pendidikan belum dapat dinikmati oleh semua anak Indonesia. Perkembangan demi perkembangan dilewati masyarakat sehingga kebutuhan akan adanya pendidikan tak terelakkan. Selain itu bagi bangsa Indonesia akses terhadap pendidikan sesungguhnya telah menjadi komitmen antara pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pentingnya keadilan dalam mengakses pendidikan bermutu diperjelas dan diperinci kembali dalam mengakses pendidikan dalam UU no 20 tahun 2003 tentang sisitem pendidikan Nasional.
Banyak upaya- upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan ini. Ini bukan hanya tugas pemerintah tapi menjadi tugas bersama yaitu pemerintah dan warga masyarakat. Berikut ini upaya-upaya yang dapat digunakan untuk menanggulangi kemiskinan yang berdampak pada pendidikan di Jakarta.
5.1 Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun
Program ini hanyalah satu saja dari program prioritas pembangunan pendidikan dasar dan menengah. Setiap warga negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).

5.2 Pemerintah memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Bantuan ini diberikan langsung ke sekolah, madrasah dan pondok pesantren Salafiyah setara pendidikan dasar guna membantu kegiatan proses pembelajaran. Satuan bantuan operasional sekolah tingkat SD/MI/SDLB dan pondok pesantren Salafiyah setara SD penyelenggara Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun sebesar 235.00/siswa/tahun.
Bantuan operasional sekolah yang diberikan pemerintah, antara lain berupa :
5.2.1 pembiayaan pendidikan siswa untuk buku pendaftaran siswa baru
5.2.2 buku pelajaran pokok dan penunjang untuk perpustakaan
5.2.3 biaya pemeliharaan sekolah
5.2.4 biaya ujian baik itu ulangan umum bersama maupun ulangan umum
harian
5.2.5 biaya honor guru, dan
5.2.6 transportasi siswa kurang mampu yang mengalami kesulitan
transportasi dari dan ke sekolah

5.3 Kejar paket A setara SD dan Kejar Paket B setara SLTP
Program yang diadakan pemerintah ini mendukung wajib belajar 9 tahun, dan mengembangkan berbagai jenis pendidikan luar sekolah yang berorientasi pada kondisi dan potensi lingkungan dengan mendayagunakan prasarana dan kelembagaan yang sudah ada di masyarakat.

5.4 Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Pemerintah bertujuan untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan, potensi pribadi, dan dapat mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

5.4 Mendirikan rumah singgah di Jakarta
Pemerintah bersama dengan LSM, organisasi sosial dan masyarakat banyak mendirikan rumah singgah untuk sekedar menampung mereka, kemudian membekali dan mendidik mereka dengan keterampilan khusus untuk bisa menatap masa depan dengan lebih jelas dan terarah.

VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kemiskinan merupakan masalah global (menyeluruh), sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Pendidikan merupakan salah satu masalah kompleks yang disebabkan oleh kemiskinan. Berdasarkan pembahasan pada beberapa bab, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
6.1.1 Kondisi kemiskinan di Jakarta sangat memprihatinkan. Kemiskinan berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan di Jakarta. Hal ini ditandai dengan banyaknya anak jalanan, pengangguran yang semakin bertambah, kemudian meningkatkan tindakan kriminalitas.
6.1.2 Faktor utama penyebab permasalahan ini, yaitu tingkat kemiskinan di Jakarta yang tinggi. Selain faktor tersebut ada faktor lain yang menimbulkan tingkat pendidikan yang rendah, yaitu: pergaulan bebas, tindakan kriminal, dan budaya saat ini.
6.1.3 Untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan pendidikan butuh peranan dan kesadaran dari masyarakat dan pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut.
6.1.4 Pemerintah menyelenggarakan beberapa program untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan wajib belajar 9 tahun, seperti bantuan operasional sekolah, mengadakan paket A dan Paket B, mengadakan pelatihan dan mendirikan rumah singgah.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan sebagai berikut.
6.2.1 Pemerintah pusat maupun daerah sebaiknya menjalankan program- programnya secara serius dan bertanggung jawab agar dapat segera mengatasi masalah kemiskinandan meningkatkan pendidikan di Jakarta.
6.2.2 Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mari kita dukung semua program pemerintah dengan sungguh-sungguh demi masa depan bangsa dan negara Indonesia terbebas dari kemiskinan dan berkualitas dalam pendidikan.
6.2.3 Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu saudara kita yang masih mengalami kemiskinan dan membantu pendidikan.










DAFTAR PUSTAKA

www.blogspot.com
www.koranjakarta.com
www.beritajkarta.com
www.kapanlagi.com
www.kabarindonesia.com
www.suarapembaruan.com
www.bps.com
www.winkipedia.com
KEMISKINAN MEMPENGARUHI WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI JAKARTA


MARIA EMANUELA INA HERAN NAMANG
090418038
EKONOMI/AKUNTANSI
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2010
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jumlah kemiskinan di Jakarta merupakan fenomena yang tak terselesaikan . Setiap hari bahkan setiap tahun masalah kemiskinan selalu menghantui kota Jakarta. Kemiskinan meningkat dari tahun ke tahun sebagai dampak krisis ekonomi pada tahun 1999. Kemiskinan masih marak di tengah ketersediaan berbagai fasilitas mewah dan berlimpah . Data yang bersumber dari BPS menyebutkan bahwa tahun 2008, jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta 379.600 orang. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya pada tahun 2007, BPS menggunakan metode garis kemiskinan dalam mengukur kemiskinan. Metode tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sadang, pendidikan, dan kesehatan.
Garis kemiskinan non makanan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mendominasi di Jakarta. Kondisi ekonomi yang semakin sulit memberikan dampak negatif pada dunia pendidikan di DKI Jakarta. Peningkatan jumlah penduduk miskin diikuti dengan peningkatan anak putus sekolah. Mereka harus rela meninggalkan bangku sekolah untuk membantu orang tua bekerja. Bekerja untuk menyambung hidup, ini membuat anak jalanan ada di mana-mana. Mereka adalah bagian dari diorama kehidupan kota Jakarta. Anak- anak jalanan sering dijumpai di tepi jalan, di kolong jembatan, di dekat lampu merah, di terminal bus, dan mungkin yang paling sering adalah di dalam kendaraan umum. Potret kemiskinan di DKI Jakarta kian merebak di berbagai sudut Ibu kota Jakarta dipenuhi oleh anak jalanan. Sebagian besar dari mereka merupakan anak – anak yang putus sekolah akibat keterbatasan biaya. Bambang (2008) mengungkapkan hasil survei terhadap siswa putus sekolah di Jakarta sebagai berikut .
Untuk anak saat ini terdapat 676 anak putus sekolah untuk SD, dan 137.106 siswa kurang mampu. Sedangkan total murid SD Negri di Jakarta saat ini sekitar 653.097 siswa dan 190.842 siswa bersekolah di swasta. Untuk SMP terdapat 1.400 siswa putus sekolah dan 22.104 siswa kurang mampu. Sementara jumlah keseluruhan siswa SMP yang bersekolah di SMP Negri mencapai 221.759 siswa dan 125.112 siswa yang bersekolah di SMP swasta
Berdasarkan catatan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, pada tahun 2008 jumlah anak putus sekolah untuk tingkat SD dan SMP tahun 2008 dari total 1.226.069 siswa, yang putus sekolah untuk tingkat SD sebanyak 571 siswa (0,06 persen), tingkat SMP sebanyak 1.947 siswa (0,54 persen). Data tahun 2007 menunjukkan anak putus sekolah di tingkat pendidikan dasar di Jakarta 914 orang (0,11 persen) dan SMP 2.172 orang (0,63 persen). Total pelajar SD-SMP di Jakarta tahun 2007 adalah 1.190.807.
Anak jalanan terkait erat hubungan nya dengan anak putus sekolah. Sebagian besar dari anak jalanan merupakan anak- anak yang tidak melanjutkan sekolahnya. Jakarta merupakan kota yang paling banyak dipenuhi oleh anak- anak jalanan. Berdasarkan hasil survei dan pemetaan sosial Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat Universitas Atmajaya-Jakarta, tahun 1999 jumlah anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia mencapai 39.861 orang, terdiri atas 32.678 orang laki-laki dan 7.183 orang perempuan. Jumlah anak jalanan di DKI Jakarta mengalami peningkatan hingga 50 persen. Jika pada 2008 jumlahnya sekitar 8.000 orang, pada 2009 jumlah mereka mencapai lebih dari 12.000 jiwa. Angka yang fantastik menunjukkan peningkatan anak jalanan di Jakarta. Jumlah ini masih mungkin berubah karena mobilisasi anak-anak jalanan yang begitu cepat di 25 titik di Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI berupaya menekan angka anak putus sekolah setiap tahun. Untuk menekan anak putus sekolah, sejumlah program bantuan dana telah diterbitkan seperti program Bantuan Operasional Sekolah, Bantuan Operasional Pendidikan, hingga pendidikan gratis untuk anak jalanan. Pemerintah juga berusaha menekan jumlah siswa yang putus sekolah dengan cara memberikan beasiswa. Namun, pada kenyataannya jumlah anak putus sekolah di Jakarta masih tinggi. Meski di sana-sini sekolah sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah, kenyataannya tidaklah seperti yang dibayangkan. Program bantuan dana yang dikucurkan oleh pemerintah tidak merata diterima oleh semua pelajar yang berasal dari keluarga miskin. Selain itu, Pemprov DKI mengucurkan bantuan biaya pendidikan yang disebut block grant yang dananya diambil dari APBD 2005. Dana bantuan yang dialokasikan dalam APBD 2005 ini masih sangat terbatas dan kecil. Akibatnya 29.446 siswa SD dan SMP dari keluarga miskin di Jakarta terancam putus sekolah di tahun 2010. Suyanto (2008) menyatakan bahwa “Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNASakan menuntaskan program wajib belajar (WAJAR) pada pendidikan dasar (SD dan SMP) paling lambat tahun 2008/2009”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah tersebut, maka dalam makalah ini akan dijelaskan lebih spesifik mengenai hal berikut.
1.2.1 Bagaimana kondisi kemiskinan di Jakarta?
1.2.2 Faktor – faktor apa yang menjadi penyebab utama anak putus
sekolah?
1.2.3 Bagaimana kemiskinan mempengaruhi wajib belajar 9 tahun di
Jakarta?
1.2.4 Dampak apa saja yang terjadi apabila banyak anak yang putus
sekolah?
1.2.5 Bagaimana cara atau kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah
anak putus sekolah di Jakarta?

1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca, khususnyapelajar, para orang tua, dan pemerhati pendidikan mengenai hal berikut.
1.3.1 Kondisi kemiskinan di Jakarta.
1.3.2 Faktor- faktor penyebab anak putus sekolah.
1.3.3 Dampak yang terjadi apabila banyak anak putus sekolah.
1.3.4 Upaya apa saja yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah
anak putus sekolah di Jakarta.

1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah agar masyarakat mengetahui kondisi kemiskinan dan pendidikan di Jakarta dan dapat mencari solusi menanggulanginya. Diharapkan pembaca dapat membantu pemerintah daerah agar kemiskinan dan masalah pendidikan di Jakarta dapat segera teratasi.

5.1 Metode Penulisan
Dalam makalah ini dilakukan dengan beberapa teknik pengumpulan data antara lain:
1.5.1 Observasi
Dengan menggunakan metode ini dapat mengamati kemiskinan yang terjadi
di masyarakat secara langsung, khususnya di Jakarta.
1.5.2 Studi Pustaka
Dengan menggunakan metode ini penulis membaca buku dan membuka internet yang berkaitan dengan kemiskinan dan masalah pendidikan dalam karya tulis ini.


I KONDISI KEMISKINAN DI JAKARTA
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.
Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk meperoleh kebutuhan- kebutuhan hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi.
DKI Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar 9.15 juta jiwa sehimgga Jakarta merupkan salah satu kota terpadat di wilayah Negara Indonesia. jumlah penduduk yang banyak maka DKI Jakarta mempunyai banyak masalah kependudukan yang salah satunya adalah masalah kemiskinan yang kurun tahun jumlahnya selalu meningkat. salah satu penyebab kemiskinan adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di wilayah DKI Jakarta menurut data BPS Pada tahun 2008 jumlah angkatan kerja sebesar 4,77 juta orang dan bukan angkatan kerja 2,18 juta orang tetapi jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah angkatan kerja yang ada.
Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2009 sebesar 323,17 ribu orang (3,62 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2008 sebesar 379.6 ribu orang (4,29 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 57,45 ribu (0,67 persen). Dari data BPS pula dapat dikatakan bahwa kemiskinan dari tahun-ketahun secara umum dikatakan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tabel presentase jumlah kemiskinan dari tahun 1996-2008 menurut daerah DKI Jakarta.


II PENYEBAB UTAMA ANAK PUTUS DI SEKOLAH DI JAKARTA
Putus sekolah merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak pernah berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan penyebabnya, tidak hanya karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga, dan lain-lain. Berikut ini merupakan beberapa penyebab utama anak putus sekolah, antara lain :
2.1 Orang tua tidak mampu membayar uang sekolah.
Sebagian pelajar mengalami kendala finansial berupa tunggakan SPP sekolah, sehingga mereka tidak dapat mengikuti proses belajar dengan tenang. Beberapa dari mereka memutuskan untuk berhenti sekolah karena tak sanggup membayar tunggakan SPP. Himpitan ekonomi meyebabkan sejumlah anak di Jakarta putus sekolah. Para siswa harus menelan pil pahit untuk meninggalkan bangku sekolah. Alasan utama mereka putus sekolah karena faktor ekonomi keluarga dimana orang tua tidak mampu membiayai anaknya sekolah. Orang tua dari mereka memiliki pendapatan yang kurang dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari, bahkan ada orang tua yang tidak memiliki pekerjaan. Hal itu menyebabkan pendidikan bukanlah menjadi prioritas utama dalam hidup mereka.
2.2 Tak jarang pelajar terjebak dalam pergaulan bebas.
Ada beberapa alasan yang menyebabakan anak putus sekolah. Tak jarang dari mereka terjebak dalam pergaulan bebas, seperti narkoba dan seks bebas. Perkembangan zaman dan teknologi mempengaruhi pola pandang dan perilaku pelajar, khususnya di kota besar seperti di Jakarta. Mereka berusaha meniru budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya negara kita. Di usia remaja membuat mereka ingin mencoba tanpa memikirkan masalah yang akan terjadi di depan mereka. Beberapa remaja putri hamil di luar nikah, sehingga tidak memungkinnya untuk bersekolah.
2.3 Ada beberapa siswa yang melakukan tindakan kriminal.
Ada pula tindakan – tindakan kriminal lain yang membuat siswa dikeluarkan dari sekolah. Berbagai macam tindak kriminal seperti mencuri barang temannya, bahkan hingga membunuh karena alasan tertentu. Paling banyak dilakukan para siswa yaitu melakukan tindak kekerasan seperti memukul teman atau adik kelasnya. Kemudian menyebabkan mereka diberhentikan dan dikembalikan kepada orang tuanya masing-masing.
2.4 Faktor- faktor penyebab lainnya
Ditinjau dari aspek internalnya, yaitu tidak ada keinginan atau motivasi untuk melanjutkan sekolah dalam diri anak. Kondisi orang tua yang tidak begitu memperhatikan pendidikan sang anak atau tidak begitu memahami makna penting pendidikan juga menyumbang terhadap kemungkinan putus sekolah sang anak. Faktor lainnya juga seperti kondisi keluarga anak yang perhatian orang tuanya kurang juga merupakan penyebab kasus anak putus sekolah.
Lokasi fasilitas sekolah yang jauh, tidak terjangkau, tenaga pengajar yang kurang juga menjadi faktor penyebab putus sekolah. Fenomena pengaruh dari gaya hidup yang konsumtif dan hedonis juga membuat banyak anak-anak yang memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah.
Pola pikir orang tua juga berpengaruh terhadap melanjutkan atau putus sekolahnya anak-anak mereka. Masih banyak orang tua yang memiliki pola pikir bahwa pendidikan itu dianggap kurang penting, kemudian juga setengah memaksa anaknya membantu mencari nafkah. Anak-anak yang sudah terbiasa memegang uang dalam arti menghasilkan pendapatan, maka mereka akan menganggap pendidikan itu tak penting. Bahkan secara kultural, juga ada orangtua yang memang tidak ingin anaknya melanjutkan sekolah karena alasan tertentu, ini merupakan sebagian dari faktor penyebab anak putus sekolah.

III KEMISKINAN MEMPENGARUHI WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI JAKARTA
Pendidikan merupakan satu aspek penting bagi pembangunan bangsa. Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu negara.
Bagi sebagian orang pendidikan bukanlah prioritas utama dalam kehidupan. Banayak masyarakat miskin beranggapan bahwa lebih baik mencari uang untuk menyambung hidup dari pada bersekolah. Kemiskinan seakan- akan telah melekat dan tidak dapat dipisahkan dari kota Jakarta. Kemiskinan berimbas besar dalam pendidikan, banyak orangtua yang memutuskan agar anaknya tidak melanjutkan sekolah. Ada yang berhenti sejak SMA, SMP, dan ada juga yang tidak melanjutkan sekolah dasarnya. Bahkan ada pula yang tidak mempunyai kesempatan untuk merasakan bangku sekolah.

IV DAMPAK YANG TERJADI AKIBAT ANAK PUTUS SEKOLAH
Putus sekolah merupakan sisa persoalan dari kemiskinan yang menjadi penyakit mewabah yang harus segera dicarikan vaksin atau obat untuk menguranginya. Dampak putus sekolah tidak hanya akan dirasakan oleh masyarakat miskin saja tetapi masyarakat yang tinggal disekitarnya, misalnya akan meningkatkan tindakan kriminalitas. Dampak lain yang dapat ditimbulkan akibat masalah ini, antara lain:
4.1 Anak jalanan ada dimana- mana
Mereka adalah bagian dari diorama kehidupan kota Jakarta. Anak jalanan tentu sering dilihat di tepi jalan, di kolong jembatan, di dekat lampu merah, di terminal bus, dan mungkin yang paling sering adalah di dalam kendaraan umum. Pada dasarnya anak jalanan adalah anak-anak berusia 6 sampai 18 tahun yang turun ke jalan untuk bekerja. Diantara mereka tidak dapat melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya. Usia mereka masih terlalu muda untuk bekerja. Mereka seharusnya berada di dalam- dalam kelas untuk menuntut ilmu. Mengamen ,mengemis, menyemir sepatu, menjadi kuli panggul, dan menjadi pemulung di pinggir jalan adalah cara mudah bagi mereka untuk mendapatkan uang. Uang yang mereka peroleh biasanya digunakan untuk membeli makan dan memenuhi kebutuhan mereka yang lain, seperti membayar uang sekolah bagi mereka yang masih sekolah.
4.2 Dampak lain yang ditimbulkan, seperti
4.2.1 Banyak generasi penerus yang tidak memiliki ilmu dan keterampilan
untuk mencari pekerjaan
4.2.2 Banyak terdapat pengangguran
4.2.3 Meningkatkan tindakan kriminalitas
4.2.4 Mengakibatkan buta aksara



V UPAYA UPAYA PEMERITAH DALAM MENANGANI KEMISKINAN
YANG BERDAMPAK PADA PENDIDIKAN
Sejak tahun 1984 tepatnya pada masa Menteri Pendidikan Nugroho Notosusanto bahwa pendidikan wajib belajar 9 tahun sudah ditetapkan. Pada kenyataannya pendidikan belum dapat dinikmati oleh semua anak Indonesia. Perkembangan demi perkembangan dilewati masyarakat sehingga kebutuhan akan adanya pendidikan tak terelakkan. Selain itu bagi bangsa Indonesia akses terhadap pendidikan sesungguhnya telah menjadi komitmen antara pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pentingnya keadilan dalam mengakses pendidikan bermutu diperjelas dan diperinci kembali dalam mengakses pendidikan dalam UU no 20 tahun 2003 tentang sisitem pendidikan Nasional.
Banyak upaya- upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan ini. Ini bukan hanya tugas pemerintah tapi menjadi tugas bersama yaitu pemerintah dan warga masyarakat. Berikut ini upaya-upaya yang dapat digunakan untuk menanggulangi kemiskinan yang berdampak pada pendidikan di Jakarta.
5.1 Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun
Program ini hanyalah satu saja dari program prioritas pembangunan pendidikan dasar dan menengah. Setiap warga negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).

5.2 Pemerintah memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Bantuan ini diberikan langsung ke sekolah, madrasah dan pondok pesantren Salafiyah setara pendidikan dasar guna membantu kegiatan proses pembelajaran. Satuan bantuan operasional sekolah tingkat SD/MI/SDLB dan pondok pesantren Salafiyah setara SD penyelenggara Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun sebesar 235.00/siswa/tahun.
Bantuan operasional sekolah yang diberikan pemerintah, antara lain berupa :
5.2.1 pembiayaan pendidikan siswa untuk buku pendaftaran siswa baru
5.2.2 buku pelajaran pokok dan penunjang untuk perpustakaan
5.2.3 biaya pemeliharaan sekolah
5.2.4 biaya ujian baik itu ulangan umum bersama maupun ulangan umum
harian
5.2.5 biaya honor guru, dan
5.2.6 transportasi siswa kurang mampu yang mengalami kesulitan
transportasi dari dan ke sekolah

5.3 Kejar paket A setara SD dan Kejar Paket B setara SLTP
Program yang diadakan pemerintah ini mendukung wajib belajar 9 tahun, dan mengembangkan berbagai jenis pendidikan luar sekolah yang berorientasi pada kondisi dan potensi lingkungan dengan mendayagunakan prasarana dan kelembagaan yang sudah ada di masyarakat.

5.4 Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Pemerintah bertujuan untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan, potensi pribadi, dan dapat mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

5.4 Mendirikan rumah singgah di Jakarta
Pemerintah bersama dengan LSM, organisasi sosial dan masyarakat banyak mendirikan rumah singgah untuk sekedar menampung mereka, kemudian membekali dan mendidik mereka dengan keterampilan khusus untuk bisa menatap masa depan dengan lebih jelas dan terarah.

VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kemiskinan merupakan masalah global (menyeluruh), sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Pendidikan merupakan salah satu masalah kompleks yang disebabkan oleh kemiskinan. Berdasarkan pembahasan pada beberapa bab, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
6.1.1 Kondisi kemiskinan di Jakarta sangat memprihatinkan. Kemiskinan berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan di Jakarta. Hal ini ditandai dengan banyaknya anak jalanan, pengangguran yang semakin bertambah, kemudian meningkatkan tindakan kriminalitas.
6.1.2 Faktor utama penyebab permasalahan ini, yaitu tingkat kemiskinan di Jakarta yang tinggi. Selain faktor tersebut ada faktor lain yang menimbulkan tingkat pendidikan yang rendah, yaitu: pergaulan bebas, tindakan kriminal, dan budaya saat ini.
6.1.3 Untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan pendidikan butuh peranan dan kesadaran dari masyarakat dan pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut.
6.1.4 Pemerintah menyelenggarakan beberapa program untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan wajib belajar 9 tahun, seperti bantuan operasional sekolah, mengadakan paket A dan Paket B, mengadakan pelatihan dan mendirikan rumah singgah.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan sebagai berikut.
6.2.1 Pemerintah pusat maupun daerah sebaiknya menjalankan program- programnya secara serius dan bertanggung jawab agar dapat segera mengatasi masalah kemiskinandan meningkatkan pendidikan di Jakarta.
6.2.2 Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mari kita dukung semua program pemerintah dengan sungguh-sungguh demi masa depan bangsa dan negara Indonesia terbebas dari kemiskinan dan berkualitas dalam pendidikan.
6.2.3 Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu saudara kita yang masih mengalami kemiskinan dan membantu pendidikan.










DAFTAR PUSTAKA

www.blogspot.com
www.koranjakarta.com
www.beritajkarta.com
www.kapanlagi.com
www.kabarindonesia.com
www.suarapembaruan.com
www.bps.com
www.winkipedia.com

Rabu, 12 Mei 2010

What do the 'listing' and 'let search engines find your blog' settings do?

What do the 'listing' and 'let search engines find your blog' settings do?

ABORSI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah
Saat ini aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. Selain itu, ada yang mengkategorikan aborsi itu pembunuhan. Ada yang melarang atas nama agama. Ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga punya hak hidup sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain.
Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.
Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.
Tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak aborsi terhadap kesehatan ibu, WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi (tergantung kondisi masing-masing negara). Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman, dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.

1.2Rumusan Masalah
1.Apa definisi aborsi ?
2.Apa penyebab aborsi ?
3.Apa saja dampak aborsi bagi kehidupan manusia ?
4.Bagaimana pandangan agama mengenai aborsi ?
5.Bagaimana pandangan Pancasila mengenai aborsi ?
6.Bagaimana masalah aborsi ditinjau dari segi HAM ?
7.Bagaimana masalah aborsi ditinjau dari segi medis ?
8.Apa saja Undang-Undang yang mengatur tentang aborsi ?

1.3Tujuan Penulisan
Tujuan utama yang hendak dicapai dari penulisan makalah ini adalah mengetahui seluk-beluk aborsi. Untuk menjawab tujuan tersebut, perlu diketahui definisi aborsi, hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya aborsi, jenis-jenis aborsi, dampak-dampak yang ditimbulkan, serta cara pencegahannya.
Selain itu, tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pandangan agama dan Pancasila, serta masalah aborsi jika dilihat dari sudut pandang medis dan HAM. Dengan penulisan makalah ini,diharapkan semakin banyak orang yang sadar dan peduli akan dampak-dampak aborsi.
BAB II
LANDASAN TEORI

1.Pengertian Aborsi
•Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) :
Suatu tindakan yang disengaja untuk mengakhiri kehamilan seorang ibu ketika janin sudah aDa tanda-tanda kehidupan dalam rahim.
•Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action (Maret 1991) :
Penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.
•Secara umum :
Pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak.

2.Penyebab Aborsi
Hal-hal yang melatarbelakangi tindakan aborsi antara lain:
•Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi (pembuahan), baik dalam bentuk zigot, embrio, janin maupun plasenta.
•Infeksi akut dan infeksi kronis saat kehamilan yang mengharuskan janin dalam kandungan diaborsi, misalnya karena virus, infeksi bakteri, atau parasit.
•Tindakan seks bebas yang mengakibatkan kehamilan yang tidak dinginkan. Banyak orang memilih aborsi sebagai jalan keluar.
•Kekerasan seksual, misalnya pemerkosaan yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah.
•Pandangan sempit orang-orang tentang hak asasi manusia. Mereka beranggapan bahwa sah-sah saja bila menggugurkan kandungan.
•Takut dikucilkan bila hamil di luar nikah.
•Faktor ekonomi.
3.Jenis-jenis Aborsi
•Abortus spontan
Berlangsung tanpa tindakan apapun dan disebabkan kerena kurang baiknya sel telur dan sel sperma.
•Aborsi buatan
Pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi.
•Aborsi terapeutik
Pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.

4.Dampak-dampak Aborsi
1)Dampak secara fisik
Banyak sekali kerugian secara fisik yang ditimbulkan oleh aborsi, antara lain:
a)Pendarahan dan infeksi.
b)Rasa sakit yang intens.
c)Merusak organ tubuh lain.
d)Kemandulan.
e)Timbulnya penyakit kanker (kanker payudara, leher rahim, hati).
f)Kematian.
2)Dampak secara psikologis
Dampak psikologis yang ditimbulkan oleh aborsi tidak kalah besar dibandingkan dampak secara fisik, bahkan efeknya bisa lebih parah. Kerugian secara psikologis antara lain:
a)Kehilangan harga diri.
b)Menimbulkan perasaan bersalah yang amat besar.
c)Percobaan bunuh diri.
d)Pelaku bisa beralih ke obat-obatan terlarang.
e)Gangguan mental.
f)Perasaan dikucilkan oleh masyarakat.

BAB III
PEMBAHASAN

1.Pandangan Agama mengenai Aborsi
Agama memandang aborsi sebagai suatu tindakan melawan kodrat Tuhan sebagai pemegang hak hidup manusia, dengan merampas hak hidup janin dalam kandungan. Hak paling asasi untuk memperoleh kehidupan telah dirampas. Pada dasarnya, semua agama yang diakui di Indonesia tidak membenarkan praktik aborsi. Agama melihat aborsi sebagai suatu tindak kejahatan karena merupakan pembunuhan. Ironisnya jika yang menghendaki aborsi adalah calon ibu itu sendiri.
Seperti telah dikatakan di atas, aborsi adalah tindakan pembunuhan yang berarti melawan perintah Allah. Tidak ada agama yang membenarkan tindakan pembunuhan. Artinya, agama-agama tidak memperbolehkan aborsi karena aborsi telah melawan printah Allah dan melanggar hak hidup manusia.
Berikut ini pandangan tiap-tiap agama mengenai aborsi:
Pandangan Agama Kristen-Katolik mengenai Aborsi
Alkitab tidak pernah secara khusus berbicara mengenai soal aborsi. Namun demikian, ada banyak ajaran Alkitab yang membuat jelas apa pandangan Allah mengenai aborsi. Yeremia 1:5 memberitahu kita bahwa Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam kandungan. Mazmur 139:13-16 berbicara mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan dan membentuk kita dalam rahim. Keluaran 21:22-25 memberikan hukuman yang sama kepada orang yang mengakibatkan kematian seorang bayi yang masih dalam kandungan dengan orang yang membunuh. Hal ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam kandungan sebagai manusia sama seperti orang dewasa. Bagi orang Kristiani, aborsi bukan hanya sekedar soal hak perempuan untuk memilih. Aborsi juga berkenaan dengan hidup matinya manusia yang diciptakan dalam rupa Allah (Kejadian 1:26-27; 9:6).
Bagi mereka yang telah melakukan aborsi, dosa aborsi tidaklah lebih sulit diampuni dibanding dengan dosa-dosa lainnya. Melalui iman dalam Kristus, semua dosa apapun dapat diampuni (Yohanes 3:16; Roma 8:1; Kolose 1:14). Perempuan yang telah melakukan aborsi, atau laki-laki yang mendorong aborsi, atau bahkan dokter yang melakukan aborsi, semuanya dapat diampuni melalui iman di dalam Yesus Kristus.
Pandangan Agama Islam mengenai Aborsi
Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang mengendalikan perbuatan manusia.
Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia.
Pertama: Manusia - berapapun kecilnya - adalah ciptaan Allah yang mulia.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)
Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)
Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang.
Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)
Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah Allah. Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Tindakan yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)
Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan, ”Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.” (QS: 53:32)
Keenam: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan. Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku zinah.
Pandangan Agama Buddha mengenai Aborsi
Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim seorang ibu.
Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup :
a.Mata utuni hoti : masa subur seorang wanita
b.Mata pitaro hoti : terjadinya pertemuan sel telur dan sperma
c.Gandhabo paccuppatthito : adanya gandarwa, kesadaran penerusan dalam siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran ajal (cuti citta), yang memiliki energi karma
Dari penjelasan diatas agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu panatipata. Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai berikut :
a)Ada makhluk hidup (pano)
b)Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
c)Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
d)Melakukan pembunuhan ( upakkamo)
e)Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)
Apabila terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan, maka telah terjadi pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila berhubungan erat dengan karma maka pembunuhan ini akan berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung pada kekuatan yang mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku saja yang melakukan tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang sama. Bagaimanapun mereka telah melakukan tindak kejahatan dan akan mendapatkan akibat di kemudian hari.
Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan wanita yang membunuh makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta membunuh tanpa belas kasihan kepada makhluk hidup, akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu ia akan dilahirkan kembali sebagai manusia di mana saja ia akan bertumimbal lahir, umurnya tidaklah akan panjang".
Pandangan Agama Hindu mengenai Aborsi
Aborsi dalam teologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa karma” yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai “menghilangkan nyawa” mendasari falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang bayi sekalipun masih berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh manusia.
Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci Hindu antara lain Rgveda 1.114.7 menyatakan : “Ma no mahantam uta ma no arbhakam” artinya : Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi. Atharvaveda X.1.29 : “Anagohatya vai bhima” artinya : Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan Atharvaveda X.1.29 : “Ma no gam asvam purusam vadhih” artinya : Jangan membunuh manusia dan binatang.
Dalam epos Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk Asvatama hidup 3000 tahun dalam penderitaan, karena Asvatama telah membunuh semua bayi yang ada dalam kandungan istri-istri keturunan Pandawa, serta membuat istri-istri itu mandul selamanya. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa agama hindu menolak praktik aborsi.
2.Pandangan Pancasila mengenai Aborsi
Pancasila mengandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang termuat dalam kelima silanya. Aborsi yang dilakukan secara ilegal jelas-jelas melanggar sila ke-2 Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Aborsi yang dilakukan secara ilegal dan bukan karena alasan medis merupakan suatu tindakan yang tidak beradab dan tidak berperikemanusiaan, karena telah melanggar hak asasi manusia untuk hidup.

3.Masalah Aborsi Ditinjau dari Segi HAM
Abortus atau pengguguan kandungan merupakan tindakan yang tidak selaras dengan norma agama, hukum dan norma sosial atau HAM sekalipun. Jika dipandang dari segi agama lahir hidup dan matinya manusia, bukan manusia yang menentukan akan tetapi Tuhan Yang Maha Kuasa yang berkuasa atas kehidupan manusia.
Jika dipandang dari hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia hal tersebut merupakan hal yang tidak berperikemanusiaan karena seperti yang telah dibahas di atas, pengertian dari hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan, yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Selain itu hak asasi manusia adalah merupakan pemberian dari Tuhan.

4.Masalah Aborsi Ditinjau dari Segi Medis
Dalam dunia medis, aborsi dengan alasan-alasan tertentu dan sangat mendesak boleh dilakukan. Tentu saja secara legal dan dengan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Berikut ini alasan-alasan diperolehkannya aborsi dalam dunia medis:
•Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
•Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
•Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
•Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir.
•Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
•Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
•Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung.
•Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol.
•Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
•Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.

5. Undang-Undang yang Mengatur Aborsi
Ketentuan-ketentuan tentang aborsi diatur dalam:
1.Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut :

Pasal 346:
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kndungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.



Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
2.Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:

PASAL 15
1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli; c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada sarana kesehatan tertentu.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
•Banyak orang yang melakukan aborsi dengan alasan-alasan tertentu. Sebagian besar orang yang melakukan abortus adalah karena alasan kesehatan, ekonomi, sosial. Melakukan aborsi apapun alasannya mengandung suatu persoalan yang mengancam keselamatan dan kesehatan ibu, yang lebih parah adalah resiko gangguan psikologis.
•Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
•Semua agama sangat tidak berkenan atas pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi, karena ini adalah kejahatan yang terbesar. Hidup manusia dari dalam kandungan itu layak untuk mendapatkan segala usaha untuk memastikan kelahirannya. Kelahiran seorang bayi adalah anugerah yang teramat luar biasa dari Allah.
•Aborsi menjadi fenomena dan problem sosial yang telah menjadi budaya di masyarakat. Aborsi hukumnya haram dan merupakan tindakan kriminal atau jarimah, kecuali dalam kondisi darurat/indikasi medis, Walaupun aborsi dilarang secara undang-undang tapi banyak yang melakukannya secara sembunyi-sembunyi.

SARAN
•Solusi yang lain mungkin jauh lebih efektif daripada harus membahayakan keselamatan ibu atau setidaknya menghindari penderitaan psikologis dan harus membunuh jiwa yang tak berdosa. Kelahiran seorang bayi adalah anugerah yang teramat luar biasa dari Allah. Aborsi bukanlah jalan keluar karena setidaknya banyak alternatif yang bisa diharapkan untuk menjamin perkembangan bayi tersebut. Seperti membiarkan bayi tersebut diadopsi oleh orang lain misalnya, hal tersebut cukup bijak demi kebaikan bersama. Aborsi bukanlah jalan keluar karena setidaknya banyak alternatif yang bisa diharapkan untuk menjamin perkembangan bayi tersebut.
•Perlunya pendidikan seksual sejak dini tentang kesehatan reproduksi remaja, hubungan seksual, kehamilan dan pencegahan, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, bahaya penyakit menular seksual (PMS).
•Memahamkan umat beragama tentang hukum agama mengenai aborsi.
•Pentingnya mengingatkan pemerintah akan layanan kesehatan yang baik bagi ibu pada masa pra, selama, dan pasca-kehamilan untuk menekan aborsi dan meniadakan kebutuhan pelayanan aborsi.
•Berupaya mencegah pengesahan RUU Kesehatan yang memuat pasal-pasal tentang legalisasi praktik aborsi. Kita berkewajiban mengingatkan pemerintah akan kewajibannya untuk memenuhi hak kesehatan ibu dan wanita secara khusus serta umat secara umum.
















BAB V
DAFTAR PUSTAKA

http://abortus.blogspot.com/2007/11/metode-metode-aborsi.html
http://stevan777.wordpress.com/2008/01/02/makalah-aborsi-untuk-pelajar-sma-mahasiswa/
file:///E:/PANCASILA/makalah-aborsi.html
http://singaraja.wordpress.com/2008/02/04/mengenal-agama-hindu-edisi-4/
http://id.ngobrolaja.com/showthread.php?p=44489
file:///E:/PANCASILA/Gugur_kandungan.htm
file:///E:/PANCASILA/contoh.htm
file:///E:/PANCASILA/aborsi.html
file:///E:/PANCASILA/Tiap%20Tahun%20700.000%20Remaja%20Lakukan%20Aborsi%20%C2%AB%20Aspirasi%20News.htm
http://davidanggara.blogspot.com/2009/09/pandangan-agama-hukum-etika-dan.html
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1964599-hukum-aborsi-bagian-ii








MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
“ ABORSI “






Anggota Kelompok :
Anita Kristianty / 16126
Yovena Melinda Agustiawan / 17621
Lasmaria Vintakaningrum / 17691
Maria Emanuela Ina Heran Namang / 18038
Yohanes Patricius Bhia Wea / 18050



Kelas F


Universitas Atma Jaya Yogyakarta
2009 / 2010

PLANNING AND DECISION MAKING

PLANNING AND DECISION MAKING

CLOSING CASE
Pada tahun 1997 Michael O'Dell, kepala ilmuwan di WorldCom, yang memiliki jaringan terbesar “internet backbone” di dunia, menyatakan bahwa lalu lintas data melalui internet adalah dua kali lipat setiap seratus hari. Ini tersirat tingkat pertumbuhan lebih dari 1000 persen per tahun. O'Dell melanjutkan dengan mengatakan bahwa "permintaan akan melampaui pasokan jauh di masa mendatang."

Ini merupakan kesempatan yang potensial, sejumlah perusahaan bergegas ke dalam bisnis. Perusahaan-perusahaan tersebut, anatara lain Level 3 communications, 360 Networks, Global Crossing, Qwest Communications, WorldCom, Williams Communications Group, Genuity Inc, dan XO Communications. Perusahaan meningkatkan banyak modal membangun fiber optic network yang di dalam negri (atau bahkan dunia), memotong harga, dan bersiap-siap untuk menyambut bisnis tersebut. Manajer di perusahaan-perusahaan percaya bahwa melonjaknya permintaan akan segera menyusul dengan kapasitas. Bisnis tersebut akan menghasilkan banyak keuntungan bagi mereka yang memiliki pandangan ke depan untuk membangun jaringan mereka. Itu adalah tujuan terburu-buru, dan berpendapat bahwa yang pertama ke lapangan akan mendapatkan saham klaim (kepemilikan) terbaik.
Pada awal Oktober 1998, seorang peneliti internet di AT & T Labs bernama Andrew Odlyzko, meneliti bahwa untuk lalu lintas internet tumbuh pada 1000% per tahun. Analisis hati-hati Odlyzko menyimpulkan pertumbuhan yang jauh lebih lambat, yaitu hanya 100% setahun. Meskipun masih besar, laju pertumbuhan hampir tidak cukup besar untuk mengisi banjir besar kapasitas serat optik yang memasuki pasar. Selain itu, Odlyzko mencatat bahwa teknologi baru telah meningkatkan jumlah data yang dapat dikirim ke fiber sudah ada, akan mengurangi kebutuhan fiber baru. Tetapi dengan banjir investasi uang ke pasar, memberikan sedikit perhatian kepadanya. Worldcom masih menggunakan angka 1000% hingga akhir September 2000.
Ternyata, Odlyzko benar. Kapasitas cepat melampaui permintaan, dan dengan akhir tahun 2002 kurang dari 3% fiber yang telah diletakkan di dalam tanah itu sebenarnya sedang digunakan. Sementara harga merosot, lonjakan volume yang manajer pertaruhkan tidak terwujud. Mereka berhutang pada beberapa tempat peminjaman uang. Meminjam untuk membangun jaringan mereka, namun perusahaan jatuh bangkrut, termasuk WordCom, 360 Networks, XO Communications. Level 3 dan Qwest selamat, namun harga saham mereka jatuh 90%, dan kedua perusahaan itu dibebani dengan utang besar.






















CASE DISCUSSION QUESTION

1.Why did the strategic plans adopted by companies like Level 3, Global Crossing, and 360 Networks fail ?
Rencana strategis yang diadopsi oleh perusahaan-perusahaan seperti Level 3, Global Crossing, dan 360 Networks gagal. Hal ini dikarenakan manajer dari perusahaan- perusahaan tersebut terlalu terburu- buru dalam mengambil keputusan. Manajer hanya memikirkan damapak positif dari bisnis tersebut, tanpa memikirkan dampak negatifnya. Dalam menyambut bisnis ini, perusahaan meningkatkan banyak modal membangun fiber optic network yang di dalam negri (atau bahkan dunia) dan memotong harga. Mereka berasumsi bahwa bisnis ini akan menghasilkan keuntungan yang besar kedepan bagi perusahaan mereka. Manajer- manajer datang ke beberapa tempat peminjaman uang untuk modal bisnis ini. Ketika asumsi mereka salah, mereka menderita kerugian yang besar sehingga membuat perusahaan mereka bangkrut. Beberapa diantara mereka tidak menjalankan proses perencanaan dengan baik. Suatu tujuan akan tercapai apabila manajer dan anggota organisasi menjalankan proses perencanaan dengan baik. Mulai dari memprediksi atau memperkirakan lingkungan. Dalam bisnis ini, manajer hanya melihat keuntungan yang ada tanpa memikirkan dampak negatif yang terjadi pada perusahaan. Padahal prediksi terhadap lingkungan sekitar sangatlah penting. Prediksi tersebut akan memberikan gambaran akan peluang atau ancaman pada bisnis tersebut. Seperti yang terjadi dalam bisnis ini, manajer tidak memikirkan laju pertumbuhan kapasitas fiber yang tidak dapat memenuhi pasar. Disamping itu, manajer tidak melihat perkembangan teknologi yang berkembang dengan cepat.



2.The managers who ran these companies were smart, successful individuals, as were many of the investors who put money into these business. How could so many smart people have been so wrong?

Banyak para manajer pintar dan cerdas dalam menjalankan perusahaan- perusahaan tersebut, namun diantara mereka salah dalam menjalankan bisnis ini. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang membuat penafsiran mereka salah dalam menjalankan bisnis, antara lain:

•Manajer tidak melakukan proses perencanaan secara tepat, mulai dari proses penentuan tujuan, mengidentifikasi tujuan tersebut, membagi tanggung jawab, meninjau kinerja, dan melakukan penyesuaian.
•Manajer tidak mengantisipasai peristiwa tertentu yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang.
•Manajer tidak memprediksi atau memperkirakan lingkungan sekitar
• Manajer tidak memikirkan ancaman dari luar


3. What specific decision-making biases do you think were at work in this industry during the late 1990s and early 200s?

Keputusan- keputusan spesifik yang akan saya lakukan ketika berada dalam industri ini selama tahun 1990-an dan 2000-an awal, yaitu

•Menggunakan pengmbilan keputusan yang rasional, dimana berusaha mencari keputusan – keputusan yang paling optimum, dengan menjalankan langkah- langkah sebagai berikut :
1.Mengidentifikasi permasalahan secara jelas
2.Memilih kriteria yang tepat untuk memecahkna masalah
3.Mempertimbangkan kriteria yang akan dipilih untuk memecahkan masalah tersebut.
4.Memilih yang paling tepat alternatif penyelesaian permasalahan
5.Mengimplementasikan alternatif tersebut dengan baik
6.Mengevaluasinya


4.What could the managers running these companies have done differently that might have led to a different outcome?

Perencanaan dan pengambilan keputusan dalam setiap perusahaan berbeda- beda. Hal ini bisa saja menjadi penyebab perbedaan hasil yang didapat oleh setiap perusahaan.

Mengidentifikasi dosen yang pernah diambil, apakah dosen tersebut merupakan seorang manager yang baik atau tidak ?

Mengidentifikasi dosen yang pernah diambil, apakah dosen tersebut merupakan seorang manager yang baik atau tidak ?
Dosen yang kami identifikasi merupakan seorang manager yang baik, karena dosen tesebut memiliki dan menjalankan fungsi utama manager , yaitu:
1.Perencanaan atau penyusunan strategi perkuliahan oleh dosen kepada mahasiswa :

-Menentukan tujuan perkuliahan dengan memberikan silabus dipertemuan pertama, dimana mahasiswa mampu memahami mata kuliah tersebut sesuai dengan tujuan perkuliahan .
-Mengidentifikasi cara perkuliahan yang baik, memberikan penjelasan secara sederhana kepada mahasiswa namun penjelasan tersebut dapat memberikan wawasan yang luas.
-Membagi tanggung jawab kepada mahasiswa berupa tugas individu maupun kelompok, kehadiran, dan keaktifan mahasiswa didalam kelas.
-Mengukur keberhasilan tanggung jawab yang diberikan kepada mahasiswa.
-Mempunyai strategi guna menentukan tujuan perkuliahan atau mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
- Membuat perencanaan perkuliahan yang jelas dan spesifik,yaitu mengadakan kuis disetiap akhir bab.

2.Pengorganisasian kegiatan perkuliahan :
-Membagi dan mengatur mahasiswa yang ada untuk mencapai tujuan perkuliahan, yaitu membentuk kelompok untuk mengerjakan tugas .
-Memberikan contoh – contoh konkret dalam kehidupan masyarakat sehari – hari ketika menjelaskan materi, sehingga mahasiswa dapat dengan mudah mengerti dan memahami materi.
-Mahasiswa diminta mempelajari bahan kuliah sebelum perkuliahan dimulai.
-Mahasiswa dan dosen diwajibkan untuk hadir tepat waktu, paling lambat 10 menit dimulainya kegiatan perkuliahan .
-Mahasiswa dan dosen diwajibkan memakai pakaian yang sopan dan bersepatu.
-Mahasiswa diwajibkan mengumpulkan tugas tepat pada waktu dan syarat yang telah ditentukan.
-Mahasiswa tidak diperbolehkan mengaktifkan telepon selular dan berbicara hal – hal yang tidak ada kaitannya dengan materi, karena dapat mengganggu kegiatan perkuliahan.

3.Pengendalian kegiatan perkuliahan :
-Memberikan penilaian secara objektif kepada mahasiswa sesuai kemampuan
-Membandingkan hasil kuis, tugas, UTS, UAS yang telah dicapai dengan yang direncanakan
-Melihat apakah tujuan pembelajaran telah tercapai
-Menciptakan bonus nilai untuk mahasiswa yang aktif, memberikan apresiasi bagi mahasiswa yang selalu hadir dari awal sampai akhir pertemuan
-Mahasiswa yang kehadirannya kurang dari 75% tidak diperkenankan mengikuti Ujian Akhir Semester.

4.Pengarahan dan pengembangan kegiatan perkuliahan :
-Memotivasi, mempengaruhi dan mengarahkan mahasiswa untuk belajar secara produktif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
-Mempengaruhi mahasiswa saat mahasiswa tidak semangat dan mendapatkan hasil yang tidak memuaskan.

PENTINGNYA MENGEMBANGKAN SUARA HATI

PENTINGNYA MENGEMBANGKAN SUARA HATI

PENDAHULUAN

oLatar Belakang Masalah
Setiap manusia mempunyai HATI NURANI yang menuntut manusia untuk berlaku berdasarkan prinsip-prinsip moral, seperti bertindak adil, benar, dan jujur. Tuntutan tersebut bersifat mutlak atau tidak bisa ditawar-tawar, bukan berdasar pertimbangan untung atau rugi, bukan pula berdasarkan perasaan senang atau tidak senang, misalnya saja bila ada orang yang tidak melakukan tindakan moral (seperti mencuri, membunuh, menganiaya, berlaku tidak adil, dll), orang tersebut akan merasa malu, bersalah dll, bahkan seandainya tidak ada orang lain yang mengetahuinya.

Pertanyaannya, "Dari manakah tuntutan HATI NURANI yang bersifat mutlak tersebut?" Pastilah bukan sebuah realitas di luar diri manusia (misalnya alam, orang lain, atau masyarakat), karena tuntutan apapun yang berasal dari luar selalu masih dapat dipertanyakan oleh SUARA HATI, "Apakah tuntutan dari pihak luar tersebut sesuai atau tidak dengan tuntutan HATI NURANI?".
Dapat ditambahkan bahwa tuntutan dari pihak luar hanya mengikat sejauh tidak bertentangan dengan HATI NURANI (seperti apa yang baik, adil, jujur, benar, dan sebagainya). Pertanyaannya, "Dari manakah tuntutan HATI NURANI yang bersifat mutlak tersebut?" Pastilah bukan sebuah realitas di luar diri manusia (misalnya alam, orang lain, atau masyarakat), karena tuntutan apapun yang berasal dari luar selalu masih dapat dipertanyakan oleh SUARA HATI, "Apakah tuntutan dari pihak luar tersebut sesuai atau tidak dengan tuntutan HATI NURANI?". Dapat ditambahkan bahwa tuntutan dari pihak luar hanya mengikat sejauh tidak bertentangan dengan HATI NURANI (seperti apa yang baik, adil, jujur, benar, dan sebagainya).


oRumusan masalah

1.Apakah sebenarnya hati nurani itu?
2.Bagaimanakah hubungan antara hati nurani dan kesadaran moral tersebut?
3.Bagaimanakah mengembangan kesadaran moral tersebut?
4.Bagaimana peranan suara hati dalam perilaku seseorang?
5.Bagaimana hubungan antara hati nurani dengan superego? Apakah hati nurani sama saja dengan superego atau ada perbedaan juga?






oTujuan penulisan

1.Kita dapat mengetahui dan mengerti apakah sebenarnya yang dinamakan hati nurani itu.
2.Kita dapat mengetahui hubungan yang sebenarnya antara hati nurani dan kesadran. moral,karena mengingat pentingnya kesadaran moral tersebut dalam tingkah laku kita sehari – hari.
3.Karena pentingnya kesadaran moral tersebut,maka penting juga bagi kita untuk tau bagaimana mengembangkan kesadaran moral tersebut.
4.Agar kita mengetaui apakah ada hubungan antara hati nurani dengan tindakan kita sehari- hari,karena sering kali kita dengan apabila sesorang yang tega terhadap mahkluk lain maka akan dikaitkan dengan hati nurani orang tersebut.
5.Agar kita mengetaui apakah itu superego dan hubungannya dengan hati nurani.






LANDASAN TEORI
ARTI SUARA HATI

Kesadaran moral kita dalam situasi konkret yakni mengenai apa yang menjadi tanggungjawab dan kewajiban kita sebagai manusia.
• Kesadaran itu merupakan kesadaran dalam batin bahwa kita berkewajiban mutlak untuk selalu menghendaki bagi apa yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab kita, sehingga dari kehendak itulah tergantung kebijakan saya sebagai manusia dan bahwa diri sendirilah yang mengetahui apa yang menjadi tanggungjawab dan kewajiban.
• Suara hati bersifat mutlak, artinya entah kita menuruti atau tidak, tuntutan tersebut tetap ada.

SUARA HATI MENYATAKAN DIRI BERHADAPAN DENGAN TIGA LEMBAGA NORMATIF

• Suara hati menyatakan diri lewat sikap yang kita ambil dalam menghadapi keadaan konkret di dalam hidup ini.
• Situasi konkret memaksa kita untuk bersikap; mengikuti atau sebaliknya (menolak) tuntutan ketiga lembaga normatif tersebut. Manusia secara moral, hanya berkewajiban menaatinya sejauh tuntutan itu sesuai dengan suara hatinya.
Sehingga suara hati menjadi nyata dalam kebijaksanaan diri yang diambilnya di hadapan suatu peristiwa hidup yang konkret.
• Ketiga lembaga normatif itu menyediakan pengetahuan bagi putusan-putusan suara hati, namun demikian, toh mereka tidak berhak mengikat suara hati begitu saja, mereka tidak dapat menghapus tanggungjawab kita untuk akhirnya sendiri memutuskan apa yang menjadi kewajiban kita dalam situasi-situasi konkret yang kita hadapi.


ANALISA
Suara Hati : Kesadaran moral dalam situasi personal, konkret dan aktual,
•Personal : Selalu berkaitan erat dengan pribadi tersebut, diwarnai oleh kepribadian orang tersebut dan akan berkembang pribadinya.(subjek)
•Konkret: Keputusan Suara hati terjadi dalam situasi nyata dan tertentu, bukan dalam situasi umum.
•Aktual: Keputusan Suara hati hanya terjadi pada saat itu saja ( tidak dapat diulangi).

FUNGSI SUARA HATI
1. Prospektif: menunjuk apa yang harus dipilih /dilakukan,
2. Introspektif : mawas diri, menilai tindakan yang telahdilakukan.
3. Retrospektif:
Baik :Ganjaran (puas,bahagia,damai)
Buruk: Hukuman (gelisah,tidak tenang, takut, marah dan muak terhadap diri sendiri)







FUNGSI SUARA HATI TERHADAP NORMA

1. Suara hati Menginternalisasikan norma dan menyuarakan kembali dalam situasi konkret.
2. Suara hati menangkap nilai-nilai yang ada di balik norma (mempertimbangkan, mengurutkan menurut bobot).
3. Suara hati mendorong tindakan-tindakan yang mewujudkan nilai-nilai secara benar.
4. Membina otonomi / kemandirian moral.

Dengan hati nurani kita dimkasudkan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Tidak mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan integritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita.
Hati nurani berarti berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaraan moral. Kesadaran yang dimaksud disini adalah kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Dalam hati nurani berlangsung juga penggandaan . bukan saja manusia melakukan perbuatan-perbuatan moral (baik atau buruk), tapi juga yang turut mengetahui tentang perbuatan-perbuatan moral kita. Dalam diri kita , seolah – olah ada instansi yang menilai dari segi moral perbuatan- perbuatan yang kita lakukan . hati nurani semacam “saksi” tentang perbuatan – perbuatan moral kita .





Enam tahap dalam perkembangan moral :

a)Tingkat prakonvensional
Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan- aturan dan baik serta buruk mulai mempunyai arti baginya, tapi hal itu semata- mata di hubungkan dengan reaksi orang lain. Tingkat prokonvensional dijadikan menjadi 2 tahap :
•Tahap 1 : orientasi hukuman dan kepatuhan
•Tahap 2 : orientasi relatives instrumental

b) Tingkat konvensional
Pada tingkat ini perbuatan- perbuatan mulai di nilai atas dasar norma – norma umum dan kewajiban serta otoritas di junjung tinggi. Tingkat konvensional ini mencakup 2 tahap:
•Tahap 3 : penyesuiaan dengan kelompok atau orientasi menjadi anak manis
•Tahap 4 : orientasi hukum dan ketertiban (law and order)

c) Tingkat pascakonvensioanal
Tingkat ini disebut juga tingkat otonom atau tingkat berprinsip, pada tingkat ini hidup moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar prinsip- prinsip yang dianut dalam batin. Di bagi menjadi 2 tahap juga:
•Tahap 5 : orientasi kontrak – social legalistis
•Tahap 6 : orientasi prinsip etika yang universal

Seringkali hati nurani kaitkan dengan “superego”,bahkan tidak jarang kedua hal itu disamakan begitu saja. Istilah superego berasal dari Sigmund Freud dokter ahli saraf Autria yang meletakkan dasar untuk psikoanalisis dalam rangka teorinya tentang struktur kepribadian manusia. Superego adalah instansi yang melepaskan diri dari ego dalam bentuk observasi diri,kritik diri,larangan dan tindakan refleksi lainnya,dan tindakan terhadap diri sendiri yang di bentuk selama masa anak melalui jalan internalisasi( jalan pembatinan). Superego ini merupakan dasar fenomena yang kita sebut “ hati nurani”.

Apakah hati nurani bias disamakan dengan superego? Atau kedua hal itu berbeda. Hati nurani dipakai dalam konteks etis, sedangkan superego berperanann dalam konteks psikoanalitis. Aktivitas superego bisa tak sadar, baik sumber rasa bersalah maupun rasa bersalah itu sendiri tetap tidak disadari. Sedangkan dalam konteks etis, hati nurani bisa berfungsi dalam taraf sadar yang berperan menjadi penuntun dan penyuluh di bidang moral.



















PENUTUP

oKESIMPULAN
Dari makalah di atas dapat kita simpulkan bahwa hati nurani berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu pembianaan hati nurani sangat penting dikembangkan dari masa anak- anak. Agar suara hati yang muncul pada saat pengambilan keputusan adalah suara hati yang menjadi penuntun dan penyuluh kehidupan moral kita.

oSARAN
Suara hati sebaiknya dikembangkan dari masa anak- anak, dan pentingnya peran orang tua, guru dan lingkungan yang baik sebagai otoritas konkret.


KEPUSTAKAAN

WWW.GOOGLE.COM
Berten.k, Etika (seri filsafat Atma Jaya;no.15), Jakarta, Gramedia,1993.
Powerpoint Dhanu Koesbiyanto,S.TH.

Politik dan Strategi Nasional

Politik dan Strategi Nasional
Politik nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijakan negara tentang pembinaan serta penggunaan kekuatan nasional, strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.

Dasar Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Penyusunan politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem menejemen nasional yang berlandaskan ideologi, pancasila, UUD 1945, wawasan nusantara dan ketahanan nasional.

Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Tahun 1985 telah berkembang pendapat jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga tersebut dalam UUD 1945 merupakan“suprastruktur politik”, lembaga tersebut adalah MPR, DPR, DPA, BPK dan MA. Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “infrastruktur politik” seperti partai politik, media massa, dll.
Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraaan menurut UUD 1945. sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang mengatakan bahwa jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan “suprastruktur politik”. Lebaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, MA. Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “infrastruktur politik”, yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group), dan kelompok penekan (pressure group). Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.

Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional di itngkat suprastruktur politik diatur oleh presiden/mandataris MPR. Sedangkan proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politk dilakukan setelah presiden menerima GBHN.

Strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan petunjuk presiden, yang dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan.


Implementasi Politik dan Strategi Nasional yang Mencakup Bidang-bidang Pembangunan Nasional
1. Visi dan Misi GBHN 1999-2004
Visi politik dan strategi nasional yang tertuang dalam GBHN 1999-2004 adalah terwujudnya masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan dan sejahtera dalam wadah negara kesatuan RI.
Implementasi Polstranas di Bidang Hukum
1.Mengembangkan budaya hukum nasional di semua lapisan masyarakat.
2.Menegakkan hukum secara konsisten.
3.Menyelenggarakan proses pengadilan secara cepat, mudah dan terbuka.

Implementasi Polstranas di Bidang Ekonomi
1.Mengembangkan sistem eknomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar
2.Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
3.Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kerja
5.Implementasi Polstranas di Bidang Politik

Politik Dalam Negri
•Memperkuat keberadaan dan kelangsungan negara kesatuan RI.
•Menyempurnakan UUD ‘45
•Meningkatkan pendidikan politik secara intensif dan komprehensif kepada masyarakat

Politik Luar Negri
•Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negri
•Meningkatkan kualitas diplomasi
•Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga

Komunikasi, Informasi dan Media Massa
•Meningkatkan pemanfaatan peran komunikasi
•Meningkatkan kualitas komunikasi di berbagai bidang
•Meningkatkan peran pers yang bebas

Pendidikan
•Meningkatkan kemampuan akademis, profesionalisme dan jaminan kesejahteraan para pendidik
•Melakukan pembaruan sistem pendidikan
•Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan
•Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin.

Paul Feyerabend: Metode Anarki Ilmu Pengetahuan

Bab 6.
Paul Feyerabend:
Metode Anarki Ilmu Pengetahuan

1. Persoalan mengenai Penggunaan Ilmu Pengetahuan
Pemikiran Kuhn tentang revolusi ilmu pengetahuan dan pemikiran Lakatos mengenai program riset ilmu pengetahun kerapkali digunakan sebagai kerangka teoretis untuk menjelaskan dinamika ilmu pengetahuan. Kedua teori tersebut menunjukkan bahwa di satu sisi ilmu pengetahuan memiliki konsistensi logis sehingga kebal terhadap kritik, namun di sisi yang lain ilmu pengetahuan juga terbuka pada kritik karena temuan data-data baru yang tidak dapat dijelaskan lagi dengan kerangka teoretis yang sudah ada. Seluruh perkembangan ilmu pengetahuan ditentukan oleh temuan data-data baru (Kuhn) atau oleh kritik terhadap hipotesis-hipotesis pendukung dari sebuah program riset ilmiah (Lakatos).
Apa yang dijelaskan Lakatos dan Kuhn mengenai perkembangan ilmu pengetahuan masih berhubungan dengan perkembangan teoretis dan keterikatan ilmuwan dengan teori-teori ilmiah yang ada. Namun perkembangan ilmu pengetahuan tidak selamanya ditentukan oleh perkembangan teori. Segi lain dari perkembangan ilmu dapat dilihat dari penggunaan ilmu itu sendiri dalam masyarakat. Dalam hal ini, perkembangan ilmu ditentukan oleh bagaimana ia diterima dalam masyarakat dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Teori-teori pragmatis William James dan Charles S. Peirce memberikan perhatian pada dimensi ini. Begitu juga Juergen Habermas yang memperhatikan hubungan antara pengetahuan dan kepentingan turut memberikan penjelasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dari sudut pemanfaatannya dalam masyarakat.
Pemikiran Kuhn tentang perkembangan ilmu pengetahuan dari tahap pra-paradigma ke tahap paradigma dan dari tahap paradigma ke tahap krisis paradigma juga sering dipakai sebagai model untuk menjelaskan kemungkinan perencanaan pengembangan ilmu pengetahuan untuk kepentingan masyarakat dan karena itu untuk memahami perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam cara pandang Kuhn ini kita boleh mengatakan bahwa ilmu pengetahuan dapat berkembang menurut tiga fase berikut ini:
Fase pertama adalah fase percobaan dan penemuan yang dirintis oleh para ilmuwan amatir. Ini merupakan fase pertama perkembangan ilmu pengetahuan, karena ilmu selalu ditandai oleh penemuan-penemuan yang belum dapat dibuktikan kebenarannya. Fase ini disebut fase amatiran, karena pada fase ini teori yang baru ditemukan belum menjadi konsumsi masyarakat ilmiah dan masyarakat pada umumnya. Dengan perkataan lain, sifat amatiran temuan ilmiah itu menunjukkan bahwa temuan-temuan tersebut belum diterima komunitas ilmiah. Tahap ini dapat dilihat sebagai tahap pra-paradigma.
Yang kedua adalah fase munculnya suatu paradigma, suatu fase yang biasa ditandai oleh perkembangan teori-teori dasar sampai mencapai tingkat kematangannya. Sebuah teori dapat dikatakan matang jika teori tersebut pada tingkat tertentu sudah tidak dapat diterima masyarakat ilmiah, atau menjadi konvensional dalam masyarakat ilmiah. Masyarakat ilmiah melalui otoritas ilmiah memainkan peranan signifikan pada fase ini.
Dan fase ketiga adalah fase pendanaan penelitian ilmiah terapan. Dalam fase ini penelitian ilmiah akan memfokuskan perhatiannya pada masalah pemanfaatan teori ilmiah bagi kepentingan masyarakat. Pada tahap ini seorang ilmuwan tidak lagi berminat membangun teori-teori dasar keilmuan, tetapi membangun teori yang memiliki sifat pragmatis yang besar. Asumsi di balik fase ini adalah bahwa setiap teori ilmiah tidak hanya mengawang-awang, dengan hanya menangkap dan menjelaskan realitas tetapi memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan bersama. Pada fase ketiga ini perkembangan ilmu diukur dengan kriterium kegunaannya dalam masyarakat.
Fase pertama dan kedua bertujuan teoretis. Pada fase ini perkembangan ilmu pengetahuan dipahami sebagai kegiatan menemukan dan merumuskan platt-form teoretis: suatu usaha mencari sebuah pendasaran atau penjelasan teoretis tentang alam yang kita lihat dan alami. Inilah yang menjadi fokus perhatian dari banyak filsuf seperti Carnap, Popper, Hempel, Kuhn dan Lakatos. Dalam perspektif ini filsafat ilmu pengetahuan cukup membicarakan 2 hal: context of discovery dan context of justification. Yang pertama berbicara tentang proses logis temuan ilmiah. Pertanyaan pokok yang dibahas di sini adalah apakah ada sebuah plausibilitas dalam setiap temuan ilmiah, ataukah temuan ilmiah hanya ditentukan oleh faktor-faktor non-logis seperti intuisi dan imaginasi kreatif dan kondisi-kondisi sosial politik masyarakat? Sedangkan yang kedua berbicara tentang logika verifikasi atas temuan ilmiah tersebut. Kebenaran dan kepastian ilmiah merupakan masalah penting yang pantas dibicarakan dalam konteks verifikasi atas teori atau hipotesis baru.
Sementara itu pada fase ketiga, orientasi teoretis berubah menjadi terapan. Teori-teori di sini tidak lagi dikembangkan hanya untuk memenuhi hasrat keingintahuan manusia, melainkan untuk tujuan-tujuan praktis tertentu. Di sini ilmu pengetahuan tidak lagi bersifat netral, melainkan berhubungan dengan sebuah kepentingan dan nilai tertentu, sebuah tujuan yang hendak dicapai. Jadi, tidak ada lagi netralitas terhadap tujuan, melainkan konkretisasi dalam bidang-bidang terapan tertentu.
Fase-fase perkembangan tersebut tentu tidak melepaskan diri dari kerangka paradigmatis masyarakat, karena itu memiliki referensi yang kuat pada pemikiran masyarakat ilmiah tentang perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Para ahli sosiologi ilmu pengetahuan seperti Robert K. Merton memberikan perhatian tentang hal ini. Masyarakat, demikian Merton menegaskan, menentukan perkembangan ilmu mulai dari penerimaan kegiatan amatiran sampai pada penerapan sebuah teori untuk kepentingan-kepentingan yang lebih praktis.

2. Paul Feyerabend dan Metode Anarki
2.1. Berawal dari Realisme
Seluruh kerangka penjelasan Kuhnian sebagaimana dijelaskan di atas berguna untuk melihat jembatan antara kepentingan teoretis dan kepentingan praktis dari ilmu pengetahuan. Tetapi pandangan Kuhnian ini dinilai masih bersifat statis. Dengan menempatkan persetujuan konvensional di antara para ilmuwan sebagai inti paradigma, Kuhn sebenarnya memandang dengan sebelah mata kreativitas individual, yang dalam kenyataannya menjadi pioneer ilmu pengetahuan. Maka persoalan yang belum dijawab Kuhn adalah bagaimana kita bisa mengerti tentang dinamika ilmu pengetahuan dalam kerangka sebuah paradigma. Atau lebih tegas, di mana letak kemungkinan perkembangan ilmu pengetahuan? Apa artinya ‘kedewasaan’ ilmu pengetahuan, jika komunitas ilmuwan menjadi ukurannya? Apakah dengan itu tidak diperlukan lagi terobosan baru dalam ilmu pengetahuan, justru ketika sebuah teori diterima sebagai paradigma? Bagaimana kita menjelaskan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan manakah syarat-syarat bagi perkembangannya, termasuk dalam hal ini penelitian teoretis dan penelitian terapan?
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak membawa kita kepada persoalan logic of scientific discovery, logika penemuan ilmiah, melainkan bagaimana ilmuwan sebagai individu dapat mengambil sikap terhadap ilmu pengetahuan sebagai konvensi masyarakat. Dengan perkataan lain, apa yang harus dibangun oleh seorang ilmuwan dalam menegakkan kebebasan ilmiahnya. Bagaimana ia dapat mempertanyakan konvensionalitas pandangan ilmiah yang sudah ada dalam masyarakat dan tidak terjerat pada kerangka metodologi yang baku yang biasa dipakai sebagai kerangka tetap dalam penelitian ilmiah.
Pertanyaan ini membawa kita kepada sebuah penjelasan tentang apa yang sudah lama dikembangkan Paul Feyerabend, seorang filsuf kelahiran Wina, Austria tahun 1924. Sumbangan Feyerabend terhadap permasalahan ini terletak dalam kritiknya terhadap ilmu pengetahuan paradigmatis yang tidak orisinal lagi, tetapi hanya melaksanakan rutinitas metodologis yang baku.
Apa yang coba dikembangkannya tentu tidak bisa lepas dari apa yang sebenarnya sudah dikembangkan Popper, gurunya di London School of Economics. Feyerabend sendiri mengaku bahwa Popper telah merintis jalan yang tepat ketika ia mengkritik induktivisme dalam ilmu pengetahuan. Namun apa yang dikembangkan Feyerabend mengatasi kritisisme Popper. Feyerabend menyebut dirinya sebagai seorang falsifikasionis realis, yang melihat bahwa seorang ilmuwan sejati dapat mempertahankan teorinya mengenai a mind-independent reality. Posisi dasar ini dibangun bersama dengan para fisikawan pertengahan abad ke-duapuluh, seperti Erwin Schroendinger dan David Bohm yang memiliki minat besar pada teori kuantum. Di sini kita mengenal tesis dasar Feyerabend yang utama: setiap interpretasi kita terhadap fakta ditentukan oleh teori yang kita pegang; dan interpretasi tersebut akan selalu mengalami perubahan jika teori kita memang berubah. Dan setiap teori, ia menambahkan, tergantung pada realitas. Hanya realisme yang mengisinkan kita untuk berkembang dalam cita-cita intelektual dari sikap kritis kita, dari kejujuran ilmiah kita, dan dari percobaan dan pengujian yang kita bangun.
Realisme ini tidak identik dengan positivisme yang memberikan perhatian pada pengalaman dan observasi. Dalam pandangan Feyerabend, pengalaman dan pernyataan-pernyataan tentang realitas lebih kompleks dari yang dipikirkan positivisme. Jika positivisme cenderung melihat observasi dan eksperimen sebagai tujuan, maka realisme Feyerabend menegaskan bahwa observasi dan eksperimen selalu membutuhkan interpretasi dan interpretasi yang berbeda-beda senantiasa disumbangkan oleh teori yang berbeda-beda.

2.2. Against Method
Tahun 1975 Paul Feyerabend menerbitkan bukunya yang berjudul Against Method, sebuah buku yang diberi penafsiran oleh para pembaca sebagai sebuah teori pemberontakan: terhadap teori-teori ilmu pengetahuan sebelumnya dan terhadap metode-metode ilmu yang sudah menjadi konvensional di dalam masyarakat. Buku ini pun dapat dilihat sebagai sebuah pemberontakan terhadap apa yang ia yakini sebelumnya tentang realisme ilmiah untuk kebebasan penuh sang ilmuwan. Riset, demikian ia menegaskan, harus berangkat dari kebebasan yang penuh seorang ilmuwan, yang tidak boleh dibatasi oleh pelbagai macam norma dan tuntutan metodologis dan bahkan oleh teori-teori yang sudah dipegang teguh.
Sama seperti J.J. Rousseau yang mencoba mengkritik optimisme politik dan menegaskan bahwa proses sivilisasi masyarakat kita dewasa ini telah menjauhkan manusia dari kodratnya yang alamiah, dan karena itu ia memprovokasi banyak orang untuk retour a la nature, kembali ke alam, Feyerabend melihat masyarakat ilmiah dewasa ini cenderung berpikir statis dan konvensional, dan karena itu ia mengusulkan agar ilmuwan melepaskan diri dari masyarakat ilmiah dan konvensi-konvensi metodologinya untuk kembali ke masa kanak-kanak, yang suka bermain dan berkreasi. Jika banyak orang dewasa ini memperlakukan ilmu pengetahuan sebagai agama yang harus dipelajari dan ditaati karena ia dipandang sebagai norma bagi masyarakat, ilmuwan yang kreatif harus menjadi seperti anak-anak, mencontohi mereka untuk bermain-main dengan peraturan konvensional atau paradigmatis. Dengan mencontohi anak-anak, demikian Feyerabend meyakinkan kita, ilmuwan menjadi menjadi kreatif: ia dapat mempersoalkan semua keyakinan paradigmatis. Tanpa itu ilmu tidak dapat berkembang dengan baik.
Tujuan dari buku Against Method dengan demikian adalah mendorong para ilmuwan untuk mempersoalkan kembali semua metode ilmiah yang mereka gunakan secara dogmatis, tanpa sikap kritis sama sekali. Setiap ilmuwan harus menjadi ilmuwan yang sejati, dalam arti, harus mengembangkan sebuah metode yang memberi tempat bagi kebebasan berpikir, tidak mengekang diri dalam batas-batas metode yang konvensional, melainkan harus membiasakan diri untuk mempersoalkan semuanya itu. Prinsip dasar metode yang ingin ia bangun adalah: anything goes, lakukan menurut kata hatimu. Dengan prinsip ini Feyerabend tentu tidak bermaksud bahwa kita harus selalu kembali kepada situasi di mana tidak ada pengaruh ilmu pengetahuan lagi: suatu situasi kacau di mana tidak ada lagi metode dan teori-teori ilmiah. Sebaliknya, prinsip ini merupakan senjata untuk memerangi metode dan aturan ilmu pengetahuan yang kaku. Tujuannya adalah agar kita tidak melakukan dan mempertahankan kesalahan. Ilmuwan, Feyerabend menegaskan, bisa saja melakukan kesalahan apa saja sebagaimana halnya setiap manusia dapat melakukannya. Ilmu pengetahuan bukanlah suatu sistem yang murni tanpa kekeliruan. Ia bahkan tidak perlu dibangun sedemikian rupa seolah-olah kekeliruan tersebut tidak mungkin terjadi.
Feyerabend tentu sadar betul bahwa ia tidak berbicara tentang ilmu pengetahuan sebagai sistem tertutup, melainkan sebagai sistem yang berkembang dan bertumbuh dalam masyarakat demokratis, di mana masih ada ruang bagi kebebasan berpikir dan bagi kesepakatan bersama. Dalam masyarakat seperti ini orang mungkin dapat membangun ilmu pengetahuan sebagai sebuah sistem dengan aturan-aturan metodologis yang ketat sebagaimana dicita-citakan kaum positivis bahwa pengalaman, data dan hasil-hasil eksperimen merupakan ukuran keberhasilan sebuah teori; bahwa kecocokan antara data dan teori membuat teori dipertahankan dan bahwa ketidakcocokan antara data dan teori dapat menghancurkan teori itu sendiri. Tetapi apakah aturan metodologis yang ketat menentukan ilmu pengetahuan? Jawaban Feyerabend adalah “Tidak”. Ia tidak yakin bahwa aturan metodologis yang ketat dapat membuat ilmu pengetahuan menjadi kreatif.
Feyerabend memberikan dua alasan untuk jawaban negatifnya itu. Pertama, dunia yang kita ketahui selalu mengandung misteri, sehingga selalu tidak dapat dikenal dengan baik. Dengan alasan ini ilmu pengetahuan harus terus menerus melakukan penelitian, tanpa harus membatasi diri hanya pada metode-metode yang terbatas, tidak membuka diri pada penjelasan-penjelasan lain. Tugas ilmuwan harus selalu membaharui teorinya dan metode yang pakai. Tanpa itu ilmu pengetahuan tidak hanya tidak berkembang, tetapi juga tidak dapat menjelaskan realitas.
Alasan kedua berkaitan dengan perspektif positivistis tentang metode ilmu pengetahuan itu sendiri bahwa metode ilmu pengetahuan harus membebaskan diri dari unsur-unsur subyektivitas manusia. Obyektivitas ditafsir sebagai bebas dari aspirasi dan penafsiran personal; dan metode ilmiah harus sejauh dapat membebaskan ilmu pengetahuan dari kreativitas personal seorang ilmuwan. Dalam perspektif ini, Feyerabend mengungkapkannya secara sinis, metode ilmu pengetahuan tidak lebih dari prosedur yang harus diikuti oleh seorang ilmuwan; ilmuwa tidak diisinkan bertindak di luar batas-batas metode konvensional yang ada. Berkaitan dengan alasan kedua ini Feyerabend pada tempat pertama menawarkan sebuah metode yang ia identifikasikan sebagai sebuah metode anarki. Dikatakan anarki, karena metode yang ia maksud adalah sebuah metode yang membebaskan ilmuwan dari kukungan metodologis yang cenderung membatasi kreativitasnya. Ilmuwan harus dapat berpikir bebas dan melakukan apa yang ia pikirkan cocok untuk dilakukan tanpa harus diatur oleh metode-metode ilmu pengetahuan konvensional.
Dengan metode anarki (anarchistic methodology) Feyerabend tidak bertujuan menimbulkan khaos ilmiah, melainkan membuka suatu kemungkinan yang lebih luas bagi setiap individu (ilmuwan) untuk menunjukkan kreativitasnya karena ia percaya bahwa manusia dalam kreativitasnya akan selalu mengusahakan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dirinya sendiri.
Feyerabend memiliki 2 alasan untuk menawarkan metode anarki ini. Pertama, karena tidak ada metodologi ilmiah yang tidak rentan terhadap kritik. Bahkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan justru mengandaikan kerentanan metodologi tersebut. Hal ini tidak hanya menjadi kenyataan historis, bahwa banyak temuan ilmiah terjadi karena beberapa pemikir memilih untuk tidak terikat dengan aturan metodologi yang sedang berlaku, melainkan terlebih karena kerentanan metodologis tersebut merupakan sesuatu yang mutlak perlu bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan alasan ini Feyerabend sebenarnya mau menegaskan bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah menjadi suatu proses yang lengkap; ia selalu ‘berhadapan’ dengan realitas. Penyederhanaan dan konsistensi seperti dipikirkan oleh Kuhn dan Lakatos tidak pernah menjadi tuntutan atau syarat yang menentukan praktek ilmiah.
Kedua, karena dalam pengamatannya, ilmuwan cenderung tidak membangun sebuah hipotese yang harus dibuktikan secara induktif, melainkan mengusulkan sebuah hipotese yang kontra-induktif. Hipotese tersebut adalah hipotese yang di satu sisi dapat menjadi alternatif dan bahkan menggoncangkan teori-teori lama dan di sisi lain hipotese tersebut mempertanyakan data-data lama yang sudah lama diterima masyarakat ilmiah. Dalam hal pertama, Feyerabend menegaskan bahwa ilmuwan harus terbuka bagi metodologi lain dalam ilmu pengetahuan (pluralistic methodology). Akibatnya adalah dunia ilmu pengetahuan akan penuh dengan ide yang tidak saling cocok satu sama lain (gagasan teologi tentang penciptaan bertentangan dengan gagasan evolusi). Dalam dunia semacam ini, tugas ilmuwan tidak lagi pertama-tama mencari kebenaran, tetapi pertama-tama harus membiasakan diri mengambil bagian dalam kontes ide tersebut sehingga memperkaya kebudayaan manusia. Dan dalam hal yang kedua, setiap teori dapat bertentangan dengan data: bukan karena data-data itu tidak tepat tetapi bahwa data itu sendiri terkontaminasi oleh hipotese lain.
Dengan dua alasan ini Feyerabend menunjukkan secara radikal sikapnya yang anti-positivistis. Merujuk pada alasan pertama seperti dijelaskan di atas, Feyerabend menunjukkan bahwa dalam sejarah ilmu pengetahuan ilmuwan tidak pernah melakukan generalisasi secara induktif untuk melahirkan sebuah teori, melainkan melalui pertimbangan yang benar-benar kreatif dari seorang Kopernikus yang mempelajari dengan baik pemikiran harmoni alam semesta Pythagoras untuk merumuskan pemikirannya mengenai matahari sebagai pusat dari planit-planit, dari seorang Galilei yang mengkritik teori Aristoteles tentang stabilitas bumi, terutama dalam argumen menara (bahwa batu menara akan jatuh bertabrakan tidak ke bawah melainkan ke arah barat jika bumi berputar ke arah timur) untuk menjelaskan peredaran bumi mengelilingi matahari menurut arah jarum jam, dari seorang Newton yang mengikuti teori heliosentrisme sebelumnya untuk merumuskan hukum-hukum peredaran planet mengelilingi matahari, dan dari seorang Einstein yang merumuskan pemikirannya tentang relativitas. Dan merujuk alasan kedua, Feyerabend menjelaskan bahwa pengamatan atas data selalu terjadi dalam rangka sebuah teori tertentu. Tetapi teori-teori itu sendiri tidak pernah menjadi hasil dari kesimpulan logis yang induktif dari data-data. Sebaliknya, dalam situasi normal teori dapat menjadi semakin jelas dan masuk akal hanya setelah diskusi yang panjang dan melelahkan tentang bagian-bagian yang tidak konsisten. Foreplay yang tidak konsisten, yang tidak masuk akal, dan bahkan tidak metodologis merupakan prasyarat bagi kejelasan dan kemasukakalan teori yang dibangun. Dengan kedua alasan ini, kita boleh mengatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan mensyaratkan prinsip otonomi ilmuwan, suatu prinsip yang menegaskan bahwa ilmu hanya berkembang jika setiap ilmuwan memiliki kebebasan yang sepenuh-penuhnya untuk meneliti menurut kata hatinya sendiri.

2.3. Kebebasan Ilmuwan
Pemikiran Feyerabend mengenai metode anarki ilmu pengetahuan memiliki implikasi yang luas bagi pemikiran kita tentang kebebasan ilmu pengetahuan itu sendiri dan tentang kebebasan masyarakat modern dewasa ini. Feyerabend sendiri menegaskan bahwa dengan gagasan ini ia ingin menempatkan ilmu pengetahuan dalam kerangka gerakan kemanusiaan yang sama dengan apa yang diperjuangkan John Stuart Mill, pada abad kesembilan belas, dalam bidang politik. Sama seperti Mill, Feyerabend berpendapat bahwa dengan memperjuangkan kebebasan kita sebenarnya membangun suatu tatanan kehidupan bersama yang lebih baik. Inilah latar belakang terdalam dari metode anarkinya.
Analogi pemikiran Feyerabend dan Mill ini memiliki 2 implikasi penting. Implikasi pertama berkaitan dengan gagasan unified science, sebagaimana dicita-citakan oleh kaum positivis. Menurut pandangan positivisme setiap ilmu diharapkan membangun sebuah metodologi yang sama untuk mencapai obyektivitas. Dalam ideologi obyektivitas tersebut aspirasi personal dari setiap ilmuwan terabaikan. Bagi seorang Feyerabend, ideologi ini justru mengabaikan kebebasan ilmuwan untuk menentukan sendiri status persoalan ilmiahnya dan metodologinya. Jika dalam bidang sosial politik Mill mendukung kebebasan untuk mendongkrak kecenderungan pengekangan mayoritas dan masyarakat umum bagi tiap-tiap individu, maka dengan metode anarki, Feyerabend ingin memberikan ruang yang lebih besar bagi kebebasan ilmuwan. Dengan perkataan lain, dengan metode anarki Feyerabend ingin membebaskan ilmuwan dari kukungan metodologi konvensional yang berkembang di masyarakat ilmiah.
Selain itu, Feyerabend juga ingin mengkritik ideologi ilmu itu sendiri. Dalam pandangan Feyerabend ilmu pengetahuan tidak pernah menjalankan fungsi pembebasan ketika diinstitusionalisasi dalam masyarakat. Suatu pengamatan sederhana dapat dilihat sebagai contoh tentang hal ini. Dalam sekolah tentu saja ilmu pengetahuan diajarkan. Anak-anak dalam umur sekitar enam tahun sudah masuk sekolah. Dan orang tua masih mempunyai hak untuk menentukan apakah anak-anak mereka boleh belajar agama Islam atau agama Kristen atau agama Budha. Orang tua dan anak-anak mempunyai hak untuk memilih. Tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk memilih apakah anak-anak mereka harus belajar fisika, sejarah, astronomi, dan sosiologi. Mereka harus membawa anak-anak mereka ke sekolah dan harus belajar ilmu pengetahuan. Secara prinsipiil kita bisa membayangkan adanya keterpisahaan antara agama dan negara, tetapi tidak ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dan negara. Justru dalam hubungan yang semakin erat inilah ilmu pengetahuan memainkan peranan sebagai ideologi, yang menekan kebebasan masyarakat secara langsung.
Bagi Feyerabend, sebaliknya, suatu masyarakat yang bebas hanya terjadi jika setiap warganya, setelah belajar, dapat mengungkapkan pikirannya sendiri dan mengambil keputusan yang paling baik bagi dirinya. Hal ini dapat terwujud jika setiap orang yang belajar ilmu pengetahuan memiliki kesempatan yang sama belajar dongeng atau mite-mite yang beredar dalam masyarakat. Ilmu pengetahuan dengan perkataan lain harus ditempatkan di antara disiplin-disiplin lain dalam kurikulum pendidikan dasar atau menengah. Karena yang dibutuhkan sebenarnya bukanlah ilmu pengetahuan melainkan pengetahuan yang membebaskan. Ilmu pengetahuan, agama, dan mitologi hanya sarana yang kita gunakan untuk tujuan pembebasan itu sendiri. Dalam pandangan Feyerabend, masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang netral terhadap ideologi (agama dan ilmu pengetahuan bisa bersifat ideologis). Masyarakat tersebut harus menjamin agar setiap orang memiliki kebebasan dan agar setiap orang tidak ditekan oleh semua bentuk ideologi, termasuk dalam hal ini ilmu pengetahuan.
Dengan perkataan lain, metodologi anarki memiliki implikasi sosial politik. Feyerabend ingin agar ilmu sendiri harus bebas dari negara dan masyarakat mayoritas. Jika untuk mendukung kebebasan beragama, ilmu-ilmu politik mengenal prinsip Caesari Caesaris, Deo Dei – di mana urusan agama harus dipisahkan dari urusan negara -, maka Feyerabend mengusulkan agar ilmu harus bebas dari urusan negara. Pemisahan ini penting untuk kemanusiaan kita. Dalam masyarakat yang bebas, di mana semua tradisi memiliki hak yang sama untuk berkembang, ilmu, kadang-kadang menjadi penghalang bagi demokrasi. Dan untuk mempertahankan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan itu kita harus menempatkan ilmu pengetahuan di bawah kontrol demokrasi. Dengan demikian, pendekatan anarki ilmu pengetahuan bertujuan demokratis, di mana masyarakat biasa dapat menjadi juri bagi ilmuwan.
Melihat implikasi-implikasi penting dari metodologi anarki ini, saya boleh mengatakan bahwa Feyerabend ingin menempatkan ilmu di tengah-tengah penilaian estetis, metafisik dan religius. Dengan metode anarki, Feyerabend tidak serta merta menolak ilmu pengetahuan. Sebaliknya, tugas ilmu pengetahuan yang baru adalah mengembalikan kebebasan yang sudah ia tenggelamkan selama ini melalui rutinitas metodologis yang kaku. Metode ilmu pengetahuan macam inilah yang tidak diperlukan lagi. Seharusnya, demikian pemikiran Feyerabend, demi kemanusiaan yang bebas ilmuwan secara imperatif harus selalu menuruti kata hatinya: Anything goes.
Bagi saya apa yang ditegaskan Feyerabend ini mengingatkan kita akan cita-cita klasik yaitu: kebebasan ilmu pengetahuan. Urgensi dari pemikiran tentang kebebasan ini dapat dipahami jika kita berhadapan dengan situasi yang menentang kebebasan ilmiah. Situasi pertama adalah sosialisme komunistis yang melihat ilmu pengetahuan sebagai alat kekuasaan atau pembangunan. ‘Planning science’ merupakan kata kunci dari situasi ini. Ilmu dibangun berdasarkan cita-cita untuk membangun masyarakat ideal. Ilmu yang berkembang adalah ilmu-ilmu yang mendukung rencana negara. Motif dari perkembangan ilmu berasal dari luar: yaitu rencana negara.
Situasi lainnya adalah pragmatisme utilitaristis. Dalam pandangan ini ilmu yang berkembang adalah ilmu yang berguna. Dan kegunaan sering ditafsir menurut pertimbangan untung rugi. Seluruh situasi perkembangan ilmu akan mengalami degradasi justru karena tekanan yang berlebihan terhadap dimensi. Ilmu sebagai ‘permainan masa kanak-kanak’ yang kritis terhadap dirinya sendiri tidak pernah dibangun dengan baik lagi.
Dalam kedua situasi ini, ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi pelayanan kebebasan manusia, melainkan kekuasaan dan materi. Obyektivitas yang dikejar-kejar ilmu pengetahuan menjadi sebuah paradoks. Nampaknya Feyerabend mengingatkan kepada kita akan bahaya ideologi obyektivisme. Dalam ideologi ini “an independent scientific thought” malah ditolak. Dan sejarah sosialisme komunistis membuktikan itu.


3. Dari Anarki ke Syarat-Syarat Metodologi Ilmu
3.1. Kritik terhadap Feyerabend
Pemikiran Feyerabend mengundang banyak tanggapan. Di antaranya terdapat tanggapan positif bahwa melalui kampanyenya untuk menolak metode, Feyerabend sebenarnya tidak serta merta menolak semua metode ilmu pengetahuan. Sebaliknya, ia ingin menjelaskan kepada kita bahwa tidak ada metode ilmiah yang a historis dan universal. Setiap metode ilmiah selalu terkait dengan sang ilmuwan yang meneliti, komunitas yang menggunakan hasil penelitian dan konteks historis yang menentukan problem penelitian ilmuwan. Terutama Feyerabend mengkritik cita-cita positivisme yang mengusulkan universalitas metode-metode ilmiah, sebuah cita-cita agar metode ilmu-ilmu alam dimanfaatkan dalam ilmu-ilmu sosial. Cita-cita ini, demikian Feyerabend, tidak melihat bahwa setiap metode berhubungan dengan masalah penelitian atau obyek penelitian: masalah alam berbeda dengan masalah manusia. Dan karena setiap masalah memiliki cirinya yang khusus maka setiap obyek penelitian menuntut metode yang semakin khusus. Tidak ada keseragaman metode. Jika ini yang ingin dikembangkan, maka di sini Feyerabend melontarkan gagasan ‘melawan metode’.
Namun demikian, pemikiran Feyerabend memiliki kontradiksi pada dirinya sendiri. Atas nama kebebasan kita barangkali dapat menghargai kritiknya atas metode ilmu pengetahuan yang berkembang sampai sekarang. Tetapi kebebasan yang ia maksud di sini hanyalah kebebasan negatif. Kebebasan berarti setiap individu harus membebaskan dirinya dari kukungan apa pun agar ia bisa melakukan apa yang ia inginkan. Kebebasan jenis ini disebut kebebasan negatif: kebebasan dari.
Kebebasan macam ini harus diimbangi dengan kebebasan positif: kebebasan untuk, artinya seseorang bebas untuk melakukan sesuatu. Dalam hal kedua ini, kebebasan individu selalu juga berarti memberikan tempat bagi kebebasan orang lain dalam suatu komunitas, di mana ia dilahirkan dan dididik secara khas. Setiap orang dilahirkan dalam suatu komunitas dengan karakteristik yang tidak dapat ia hindari atau tentukan secara bebas. Juga ketika ia masuk sebuah universitas. Di sana ia akan bertemu dengan pelbagai macam teori, teknik matematis, instrumen ilmiah dan teknik-teknik eksperimen. Kebebasan ilmu pengetahuan selalu berkembang dalam situasi obyektif, di mana kebebasan orang lain tidak terhindarkan lagi. Kebebasan orang lain tersebut merupakan batas obyektif bagi kebebasannya.
Selain itu pemikiran Feyerabend mengandung sebuah ironi. Di satu sisi ia, dalam teori ilmu pengetahuannya, menolak gagasan penelitian yang netral terhadap teori, tetapi di sisi lain, dalam teori politiknya, ia justru menyetujui gagasan negara yang netral terhadap ideologi. Di manakah di muka bumi ini ada sebuah negara yang netral terhadap ideologi? Bagaimana persis fungsi dari negara seperti itu? Tampaknya Feyerabend terjebak dalam pemikiran dikhotomi antara totalitarianisme negara dan kebebasan absolut individual. Dengan menolak mati-matian pandang totalitarianisme negara, Feyerabend mencita-citakan sebuah negara utopi, di mana semua manusia dapat melakukan apa yang ia kehendaki, tanpa batas.

3.2. Syarat-Syarat Perkembangan Ilmu
Apa yang dikembangkan Feyerabend ternyata membawa efek yang positif. Kritik yang menjurus kepada penolakan total terhadap metodologi ilmu pengetahuan mendorong para filsuf dewasa ini untuk berpikir lebih konstruktif. Dari pada harus mengabaikan metode ilmu pengetahuan, karena nampaknya kita tidak bisa membayangkan suatu ilmu tanpa metode, beberapa filsuf dewasa ini seperti Stephen Toulmin, Kurt Huebner, Stephan Koerner dan Yehuda Elkana mencoba melihat kembali prasyarat-prasyarat penting yang harus diindahkan oleh ilmuwan. Dalam banyak hal keempat filsuf tersebut secara konstruktif memberikan pendasaran agar metodologi ilmu pengetahuan tidak harus dipahami secara kaku, tetapi memberikan ruang bagi kebebasan ilmu pengetahuan dalam mengembangkan model-model ilmu. Karena itu pula apa yang mereka identifikasi sebagai prasyarat-prasyarat metodologi ilmiah pun tidak harus ditafsir secara kaku. Dalam waktu, demikian pandangan mereka, prasyarat-prasyarat tersebut mengalami perkembangan. Prasyarat-prasyarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pra-syarat ontologis (Koerner). Artinya, bahwa ilmu-ilmu berkembang karena mereka berhadapan dengan bidang-bidang realitas yang berbeda-beda. Perbedaan antara fisika, astronomi, sejarah, dan sastra, semata-mata disebabkan karena berhadapan dengan realitas yang berbeda. Suatu usaha untuk membangun Mathesis universalis seperti yang dibayangkan Descartes atau suatu unified sciences sebagaimana dipikirkan oleh sekolah Wina merupakan usaha yang tidak masuk akal. Memang ada usaha ke arah kerja sama antara ilmu, tetapi membangun suatu basis ontologis yang sama tidaklah masuk akal.
2. Prasyarat sumber pengetahuan (Elkana). Dalam epistemologi umum diketahui bahwa sumber pengetahuan kita adalah pengalaman dan akal budi. Tetapi bagaimana pengalaman dan rasio berfungsi dalam masing-masing ilmu, tidak dapat kita pastikan secara sama begitu saja. Sejarah ilmu pengetahuan menunjukkan variasi yang berbeda dari kemungkinan mengembangkan sumber-sumber pengetahuan tersebut. Bayangkan saja jika kita berbicara tentang pengalaman sebagai sumber pengetahuan ilmiah. Sejarah ilmu pengetahuan menunjukkan perbedaan tekanan pada apa yang dimaksud dengan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Pertama-tama yang dimaksud dengan pengalaman adalah pengamatan. Pada tahap ini pun sudah muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar, apakah yang dimaksud adalah pengamatan sang Aku? Jika demikian bagaimana kita dapat berbicara tentang objektivitas dan intersubjektivitas pengetahuan kita berdasarkan pengamatan tersebut? Ketika Galileo menemukan teleskop, konsep pengamatan itu sendiri mengalami perkembangan yang menakjubkan. Dimensi instrumen pengamatan menjadi sangat penting dalam ilmu. Persoalan sekarang berubah menjadi, dapatkah kita dengan mudah menyalahkan begitu saja ilmuwan-ilmuwan tradisional (aristotelian) yang tidak menggunakan instrumen teleskop, hanya karena kita melihat teleskop lebih meyakinkan. Dan ketika dewasa ini pengamatan ilmiah lebih meyakinkan lagi dengan menggunakan eksperimen menggantikan pengamatan langsung, apakah hal itu juga berlaku bagi ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu kemanusiaan? Variasi gagasan akal budi juga dapat dilihat dalam sejarah ilmu. Pertama-tama dimensi ini menjadi nyata dalam matematika dan logika. Pertanyaan penting berkaitan dengan pemakaian rasio adalah masalah bukti. Pada abad pertengahan gagasan rasio mempengaruhi konsep intuisi, wahyu, otoritas, dan tradisi. Semuanya ini dapat dianggap sebagai sumber-sumber pengetahuan dalam banyak bidang entah agama maupun ilmu pengetahuan.
3. Prasyarat hirarki sumber-sumber pengetahuan (Elkana). Mengatakan begitu saja tentang sumber-sumber pengetahuan yang berbeda-beda tidaklah cukup. Sumber-sumber pengetahuan memiliki hirarki yang berbeda-beda dalam tiap-tiap ilmu. Bagi ilmuwan Eropa kontinental, penggunaan rasio mendapat tempat pertama, sedangkan ilmuwan dalam tradisi Anglosakson, pengalaman mendapat prioritas. Begitu juga jika kita berbicara tentang tradisi dan otoritas. Ketiga sumber pengetahuan tersebut mendapat urutan prioritas masing-masing. Karena itu tidak dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu berjalan secara sama begitu saja di mana-mana.
4. Prasyarat pembuktian (Hubner). Yang dimaksud dengan prasyarat ini adalah apa yang dapat kita tetapkan sebagai bukti, pendasaran, penerimaan suatu teori, kritik, dan penolakan terhadap suatu teori. Prasyarat nomor 1 sampai nomor 3 belum menjelaskan apakah pengetahuan kita merupakan pengetahuan ilmiah. Persoalan ini merupakan persoalan kriterium: prasyarat apa sehingga pengetahuan kita dapat dikatakan sebagai ilmiah dan benar? Popper telah mengusulkan falsifikasi sebagai kriterium untuk menentukan apakah suatu hipotesis dapat diterima atau ditolak begitu saja. Apa yang dipikirkan Popper ini jelas berbeda dari apa yang diusahakan ilmu-ilmu alam sebelumnya yang sangat mengandalkan matematik dan logika. Semua perkembangan terbaru sebaliknya justru memperhatikan kombinasi antara matematika dan data-data empiris yang dapat dikerjakan dengan baik sekali oleh computer.
5. Prasyarat normatif (Hubner). Prasyarat terakhir ini menunjukkan bahwa semua ilmu memiliki bentuk-bentuk normatif seperti: teori, kemudahan, ketelitian dalam hubungan antara persoalan dan solusi, dan asumsi-asumsi dasar yang kebal terhadap kritik.
Prasyarat-prasyarat ini menunjukkan bahwa metodologi ilmu tidak berkembang secara linear tetapi mengalami perubahan berdasarkan tuntutan-tuntutan baru. Akibat yang nyata adalah bahwa ilmu pada tingkat tertentu menjadi tidak lebih dari semacam usaha mencapai kesepakatan bersama (konvensi) tetapi di pihak karena melalui prasyarat pembuktian ilmu pengetahuan terikat pada kewajiban untuk mencapai kebenaran. Dan kebenaran ini merupakan orientasi dasar dari semua prasyarat-prasyarat metodologis yang dibangun ilmu secara bersama. Jika kritik Feyerabend berusaha memporak-porandakan semua aturan metodologis demi kebebasan ilmiah, maka semua prasyarat metodologis sebagaimana berkembang dalam sejarah, dalam pemikiran filsuf-filsuf kontemporer, tidak pertama-tama membangun konvensi ilmu, melainkan bertujuan agar ilmu pengetahuan terarah pada pengetahuan yang benar. Kebenaran adalah ide regulatif yang mengarahkan semua perangkat metodologis.